Catatan Kecil Hari ini

#38

10:42

Sudah untuk kesekian kali terbangun di Kota Satria, dalam sepekan ini. Namun, lantaran bangun terlampau pagi, aku memutuskan untuk mencari sarapan. Dan yang aku tuju adalah Bakul Gorengan di sebelah selatan Kampus Orange Unsoed Purwokerto.

Di pertigaan Jalan Kampus, orang-orang sangat sibuk. Kendaraan berlalu-lalang kesana kemari, dengan alsan masing-masing, yang tak terjelaskan oleh asap kendaraan. Aku mencoba menyeruput mocacino panas di gelas kecil, sambil ditemani mendoan anget dan lontong. Ah, suasana yang sangat jarang ternikmati.

Tengah menjamah keramaian jalan, pria paruh baya itu bercerita. Sebenarnya, dia sudah bercerita sedari tadi, namun aku mengabaikan sekian banyak ceritanya. Aku sedang mencoba memahami keramaian. Lagipula, ia tidak sedang bercerita kepadaku. Hanya saja, penggalan ceritanya, ada yang menarik perhatian.

"Wong sekolah ganu karo siki pancen bedane pol (Sekolah dahulu dengan sekarang memang sangat berbeda)," kata dia sambil menyeruput kopi panas, sementara jarinya mengapit rokok. Pria bertopi itu sedang membandingkan masa sekolah di Sekolah Rakyat (SR) dan sekolah di masa modern ini.

Seisi warung gorengan itu hanya tersenyum. Kami memang tidak tahu, semasa dulu semacam apa. Dia menjelaskan, dulu, semasa ia masih anak-anak, setiap anak harus berangkat ke sekolah. "Nek ora mangkat ya mas, nganti diparani nang gurune (Kalau tidak berangkat mas, sampai dijemput oleh gurunya)," tuturnya selepas membuang asap rokok.

Adegan semacam itu, menurutnya, sudah barang tentu tidak pernah akan terjadi lagi. "Siki tah muride arep sekolah ya ngonoh, ora ya ngonoh. Guru-gurune wis ora urusan maning (Sekarang muridnya mau sekolah ya silahkan, tidak ya silahkan. Guru-gurunya sudah tidak peduli lagi)," ujar dia.

Huh. Aku menghela nafas. Mencoba meresapi apa yang dikatakan orang tua itu. Kopi instan pagi itu terasa terlalu manis. Si pria tua melanjutkan kerjanya. Kendaraan masih memadati jalanan. Mahasiswa asyik memperindah wajah dan penampilan mereka.

Sementara itu, di bawah matahari yang sama, anak-anak di pinggiran masih sibuk menjadi pembantu rumah tangga atau merangkai rambut menjadi bulu mata atau rambut palsu di plasma. Tanpa bisa menjawab pertanyaan mereka sendiri; inyong kapan bisa sekolah? (Aku kapan bisa sekolah)

[05/10/2011]

Coret Moret

Sajak Tirai

22:59

Perempuan di balik tirai
Aku masih bisa menatapmu
Meski tirai hanya menyisakan senyummu
Senyum yang terselip di antara peluh

Perempuan di balik tirai
Aku masih bisa memandangmu
Walaupun 3/4 rona wajahmu tersembunyi
Seperti saat kau menyembunyikan letih

Perempuan di balik tirai
Aku masih bisa mendengar nafasmu
Meski asap kendaraan berusaha mengaburkannya
Nafasmu terasa menderu, masih enggan menyerah

Perempuan di balik tirai
Aku masih bisa mendengar asamu
Selayaknya ketika kau bercerita ini-itu
Cerita untuk membangun kehidupan yang lebih indah

[21/09/2011]

Coret Moret

Sajak Kusam

13:38

Mendung menggelayut, sedari tadi

Sementara aku hanya bisa memandanginya

Tak sanggup protes, kendati ingin memudarkannya

Mirip saat aku enggan betul kepura-puraan mereka


Mendung menggelayut, sedari tadi

Di balik jendela aku mencoba mengartikan keberadaannya

Ingin bertanya, namun malah bingung mau bertanya apa

Tak beda dengan ketika merasai keegoisan mereka


Mendung menggelayut, sedari tadi

Aku memilih mengacuhkan, mengalihkan pandangan darinya

Memilih berkaca pada cermin kusam di lemari tua

Sembari bertanya; mendung mana, hidupmu atau langitnya.


[24/08/2011]