#69

18:27

Jumat pagi, aku meminta adikku untuk mengukur tekanan darah. Adikku adalah lulusan akademi kebidanan, jadi sudah tentu sangat bisa diandalkan kemampuan mengukurnya. Lagi pula, untuk mengukur tensi dia memang sudah ahli. Di rumah, dia langganan jadi tukang nensi.


Namun, aku terperangah dengan hasilnya. 140/90 mmHg! Tinggi benar. "Tuh kan tinggi. Untung semalem nggak jadi makan sate kambing," cetus adik perempuanku itu. Kamis malam aku memang meminta untuk membeli sate kambing. Alasannya, aku sudah lama tak mencicipi makanan itu.
Dengan hasil pengukuran itu sudah tentu aku sedikit heran. Sebab, selama ini aku memang lebih banyak mengeluh darah rendah dibandingkan darah tinggi. Ya, meskipun saat Agustus lalu, juga pernah diukur tekanan darahnya juga tinggi.

Saat itu, aku cuma merasa itu karena faktor lelah, jadi tidak terlalu aku pikirkan. Menambah porsi istirahat, aku pikir sudah bisa menjadi solusi. Ternyata status pengidap darah tinggi masih berlanjut. Ternyata oh ternyata. Dan sampai saat aku menulis ini, ya masih terasa indikasi darah tinggi itu.

Bercerita soal kondisi badan itu, seorang teman menilai aku sudah bermasalah dengan pola makan dan juga tekanan stress. Kalau merujuk sama penilaian itu, aku lebih cenderung memilih faktor stress dibanding pola makan. Sebab, pola makan lebih baik dibanding sebelumnya. Peningkatan berat badan itu buktinya.

Demi mengurangi stress itulah, aku mencoba menikmati berbagai hal yang bisa menambah tawa. Karena, untuk pergi berlibur, belum ada waktu dan anggaran, tentu. Membaca cerita dan nonton acara lawak di tivi jadi pilihan.

Ah, aku ngomong apa ini. Padahal, aku niatnya menulis cerita lucu. Eh malah jadi curhat tak jelas macam ini. Jangan-jangan ini juga efek yang biasa dialami sama penderita darah tinggi. Owalah! :))

[14/09/2013]

You Might Also Like

0 komentar