Hari ini aku melihat namamu lagi
Aku teringat kembali dengan senyumanmu
Sekonyong-konyong saja ingatan itu muncul,
meski aku sebenarnya engan
Ah, aku nggak tau apa alasannya
Sajak ini, jelas nggak serupa dengan puisi-puisi yang aku kirim, dulu
Dan sajak ini, jelas sama nggak berartinya dengan sajak-sajaku yang dulu
Tapi, kamu pasti tau sajak ini buat apa
Mirip saat kamu pura-pura tanya
"kenapa sih kamu suka aku?"
Ya, sajak ini untuk senyumanmu.
[06/07/10]
Inilah yang disebut perjalanan panjang. Bahkan, bisa dibilang perjalanan yang sangat panjang. Mungkin kalo dibandingkan pelsiran ke jakarta ataupun ke bali, perjalananku belum seberapa. Tapi, soal rasa, ini bener-bener jauh.
Sabtu, 3 juli, ada tiga motor yang dipersiapkan. Semuanya penuh. Yang di depan cowok, sementara yang belakang cewek. Klaten adalah kota tujuannya. Orezh, Rini, Indra, Ade, aku dan Hanie hendak main ke rumah mbah Refi alias Rofik Suharwanto.
Ketiga Motor mulai melaju sekitar pukul 10.00. Rombongan nggak langsung ngebut aja ke Klaten. Tapi, mampir dulu kerumah Indra, buat makan siang dulu. Alhasil nyampe Klaten pukul 7.30 malem deh.
Nyampe di rumah Refi, wuih cape banget. Mata perih. Pantat juga panas banget rasanya. Tpi, tetep aja ada semacam rasa senang pas masuk rumah.
Malam itu, semua beranjak itur cepet. Mungkin gara-gara cape. Tapi, aku habiskan malam itu buat meratapi kekalahan memalukan Argentina atas Jerman. Huh...
Pagi menjelang. Aku bangun paling siang. Tapi, itu jelas bukan masalah. Ya wong cuma mau jalan-jalan di Desa Ceper. Kami keliling desa sambil bernarsis-narsis ria.
Setelah beberes, siangnya, kami menuju Jogja, sekalian balik Purwokerto. Tamansari dan Pekan Raya Yogyakarta (PRY), berhasil kami sambangi. Nggak perduli panas, nggak perduli kepulan asap kendaraan yang menjajali kota pelajar itu.
Di Tamansari, Orezh dan Rini menjadi pemandu rombongan. Mereka secara bergantian menjelaskan soal Tamansari. Terutama soal sejarahnya. Tentu aja diselingi dengan gaya-gaya berpose bersama.
Nah, kalo di PRY, semua punya aktifitas masing-masing. Mulai dari foto-foto, ngeliat sovenir, sampai duduk-duduk doank. Tapi, ya gitu, selalu ada kesamaan dia antara kami; kami sama-sama cape.
Ini kali pertama aku naik motor di jalanan jogja melewati gang-gang kecil. Ah, sampe sekarang, aku pun nggak bisa mengingat lagi. Hehehehe.... Tapi, tetep aja nyenengin.
Pasca makan malam, kami beranjak ke Purwokerto. Tapi, gara-gara dianggap udah malem, jadi ya nginep deh di rumah indra. Paginya, baru melanjutkan ke Purwokerto.
Pukul 08.59 kami sampai ke Purwokerto. Benar-benar Kota Mendoan. Nggak ada lagi pemberhentian sementara.
Ah, melelahkan, tapi tetep aja tiga hari yang nyenengin.
Sabtu, 3 juli, ada tiga motor yang dipersiapkan. Semuanya penuh. Yang di depan cowok, sementara yang belakang cewek. Klaten adalah kota tujuannya. Orezh, Rini, Indra, Ade, aku dan Hanie hendak main ke rumah mbah Refi alias Rofik Suharwanto.
Ketiga Motor mulai melaju sekitar pukul 10.00. Rombongan nggak langsung ngebut aja ke Klaten. Tapi, mampir dulu kerumah Indra, buat makan siang dulu. Alhasil nyampe Klaten pukul 7.30 malem deh.
Nyampe di rumah Refi, wuih cape banget. Mata perih. Pantat juga panas banget rasanya. Tpi, tetep aja ada semacam rasa senang pas masuk rumah.
Malam itu, semua beranjak itur cepet. Mungkin gara-gara cape. Tapi, aku habiskan malam itu buat meratapi kekalahan memalukan Argentina atas Jerman. Huh...
Pagi menjelang. Aku bangun paling siang. Tapi, itu jelas bukan masalah. Ya wong cuma mau jalan-jalan di Desa Ceper. Kami keliling desa sambil bernarsis-narsis ria.
Setelah beberes, siangnya, kami menuju Jogja, sekalian balik Purwokerto. Tamansari dan Pekan Raya Yogyakarta (PRY), berhasil kami sambangi. Nggak perduli panas, nggak perduli kepulan asap kendaraan yang menjajali kota pelajar itu.
Di Tamansari, Orezh dan Rini menjadi pemandu rombongan. Mereka secara bergantian menjelaskan soal Tamansari. Terutama soal sejarahnya. Tentu aja diselingi dengan gaya-gaya berpose bersama.
Nah, kalo di PRY, semua punya aktifitas masing-masing. Mulai dari foto-foto, ngeliat sovenir, sampai duduk-duduk doank. Tapi, ya gitu, selalu ada kesamaan dia antara kami; kami sama-sama cape.
Ini kali pertama aku naik motor di jalanan jogja melewati gang-gang kecil. Ah, sampe sekarang, aku pun nggak bisa mengingat lagi. Hehehehe.... Tapi, tetep aja nyenengin.
Pasca makan malam, kami beranjak ke Purwokerto. Tapi, gara-gara dianggap udah malem, jadi ya nginep deh di rumah indra. Paginya, baru melanjutkan ke Purwokerto.
Pukul 08.59 kami sampai ke Purwokerto. Benar-benar Kota Mendoan. Nggak ada lagi pemberhentian sementara.
Ah, melelahkan, tapi tetep aja tiga hari yang nyenengin.
Becak. Becak. Tolong bawa saya.
Masih inget sama lagu yang ada kata-kata itu sebagai liriknya. Aku masih ingat. Maklum aja, itu salah satu lagi favorit aku. Tapi, belakangan tahun ini, aku nggak lagi mendendangkan lirik-lirik sederhana itu. Lagu jaman kanak-kanakku itu, udah tergantikan sama lgu garapan Avenged Sevenfold, D'Masiv, atau malah Armada.
Namun, bukan berarti aku sama sekali lupa. Cuma udah lama nggak bersenandung lagu soal becak itu.
Pas lagi ngobrol bareng sama Apank dan Tarwin di sebuah kafe, aku kembali ingat sama becak. Malam itu, kami bertiga ngobrol ngalor-ngidul. Becak jadi salah satu bahan yang sempat dibicarain.
Ketiga mantan Pimpinan Umum Lembaga Pers mahasiswa dari tiga fakultas itu banyak ngomongin soal nasib becak sekarang ini. Banyak pengalaman bersama becak yang kedua temenku ceritain. Dari banyak sisi. Namun, intinya hampir serupa. Becak dan tukangnya adalah salah satu "pasangan" yang menderita.
Aku lebih memilih buat ndengerin cerita yang mereka punya itu. Dan aku menikmatinya. Oya, aku juga setuju dengan mereka.
Ah, aku jadi inget nih. Dulu, pas aku TK, aku selalu naik becak. Terutama pas balik sekolah. Pernah suatu kali, saking ramenya anak-anak yang mau balik bareng becak langgananku, becak yang kami naikin sampai terbalik. Untung aja, waktu itu, becak masih berhenti dan si tukang belum duduk di kursinya.
Tapi, liat tukang-tukang becak itu. Mereka cuma menghabiskan waktunya buat berpose di becaknya. Sambil memejamkan mata pula alias tidur.
Kekuatan pria-pria tengah baya itu udah kalah sama kecanggihan mesin yang bertenaga berkuda-kuda. Itu belum lagi dengan anak-anak muda yang enggan betul naik becak. Apalagi buat jadi tukang becak.
Itu belum diitung sama razia-razia terhadap kereta yang nggak berkuda itu. Dikejar-kejar satpol PP bak sampah yang musti dihempaskan.
Huh...sayangnya, aku nggak bisa merangkai kata-kata indah. Kata-kata yang bisa membikin orang-orang bisa kembali bernostalgia dengan becak. Berbulan madu bersama becak di masa lalunya, dulu.
Yang ada dibenakku ini, cuma pikiran bisa menikmati keramaian kota yang ada dengan kereta nggak berkuda itu. Entah aku masih berani melakukan itu ato nggak. Huh..
01-07-2010
Masih inget sama lagu yang ada kata-kata itu sebagai liriknya. Aku masih ingat. Maklum aja, itu salah satu lagi favorit aku. Tapi, belakangan tahun ini, aku nggak lagi mendendangkan lirik-lirik sederhana itu. Lagu jaman kanak-kanakku itu, udah tergantikan sama lgu garapan Avenged Sevenfold, D'Masiv, atau malah Armada.
Namun, bukan berarti aku sama sekali lupa. Cuma udah lama nggak bersenandung lagu soal becak itu.
Pas lagi ngobrol bareng sama Apank dan Tarwin di sebuah kafe, aku kembali ingat sama becak. Malam itu, kami bertiga ngobrol ngalor-ngidul. Becak jadi salah satu bahan yang sempat dibicarain.
Ketiga mantan Pimpinan Umum Lembaga Pers mahasiswa dari tiga fakultas itu banyak ngomongin soal nasib becak sekarang ini. Banyak pengalaman bersama becak yang kedua temenku ceritain. Dari banyak sisi. Namun, intinya hampir serupa. Becak dan tukangnya adalah salah satu "pasangan" yang menderita.
Aku lebih memilih buat ndengerin cerita yang mereka punya itu. Dan aku menikmatinya. Oya, aku juga setuju dengan mereka.
Ah, aku jadi inget nih. Dulu, pas aku TK, aku selalu naik becak. Terutama pas balik sekolah. Pernah suatu kali, saking ramenya anak-anak yang mau balik bareng becak langgananku, becak yang kami naikin sampai terbalik. Untung aja, waktu itu, becak masih berhenti dan si tukang belum duduk di kursinya.
Tapi, liat tukang-tukang becak itu. Mereka cuma menghabiskan waktunya buat berpose di becaknya. Sambil memejamkan mata pula alias tidur.
Kekuatan pria-pria tengah baya itu udah kalah sama kecanggihan mesin yang bertenaga berkuda-kuda. Itu belum lagi dengan anak-anak muda yang enggan betul naik becak. Apalagi buat jadi tukang becak.
Itu belum diitung sama razia-razia terhadap kereta yang nggak berkuda itu. Dikejar-kejar satpol PP bak sampah yang musti dihempaskan.
Huh...sayangnya, aku nggak bisa merangkai kata-kata indah. Kata-kata yang bisa membikin orang-orang bisa kembali bernostalgia dengan becak. Berbulan madu bersama becak di masa lalunya, dulu.
Yang ada dibenakku ini, cuma pikiran bisa menikmati keramaian kota yang ada dengan kereta nggak berkuda itu. Entah aku masih berani melakukan itu ato nggak. Huh..
01-07-2010