#10
23:33Becak. Becak. Tolong bawa saya.
Masih inget sama lagu yang ada kata-kata itu sebagai liriknya. Aku masih ingat. Maklum aja, itu salah satu lagi favorit aku. Tapi, belakangan tahun ini, aku nggak lagi mendendangkan lirik-lirik sederhana itu. Lagu jaman kanak-kanakku itu, udah tergantikan sama lgu garapan Avenged Sevenfold, D'Masiv, atau malah Armada.
Namun, bukan berarti aku sama sekali lupa. Cuma udah lama nggak bersenandung lagu soal becak itu.
Pas lagi ngobrol bareng sama Apank dan Tarwin di sebuah kafe, aku kembali ingat sama becak. Malam itu, kami bertiga ngobrol ngalor-ngidul. Becak jadi salah satu bahan yang sempat dibicarain.
Ketiga mantan Pimpinan Umum Lembaga Pers mahasiswa dari tiga fakultas itu banyak ngomongin soal nasib becak sekarang ini. Banyak pengalaman bersama becak yang kedua temenku ceritain. Dari banyak sisi. Namun, intinya hampir serupa. Becak dan tukangnya adalah salah satu "pasangan" yang menderita.
Aku lebih memilih buat ndengerin cerita yang mereka punya itu. Dan aku menikmatinya. Oya, aku juga setuju dengan mereka.
Ah, aku jadi inget nih. Dulu, pas aku TK, aku selalu naik becak. Terutama pas balik sekolah. Pernah suatu kali, saking ramenya anak-anak yang mau balik bareng becak langgananku, becak yang kami naikin sampai terbalik. Untung aja, waktu itu, becak masih berhenti dan si tukang belum duduk di kursinya.
Tapi, liat tukang-tukang becak itu. Mereka cuma menghabiskan waktunya buat berpose di becaknya. Sambil memejamkan mata pula alias tidur.
Kekuatan pria-pria tengah baya itu udah kalah sama kecanggihan mesin yang bertenaga berkuda-kuda. Itu belum lagi dengan anak-anak muda yang enggan betul naik becak. Apalagi buat jadi tukang becak.
Itu belum diitung sama razia-razia terhadap kereta yang nggak berkuda itu. Dikejar-kejar satpol PP bak sampah yang musti dihempaskan.
Huh...sayangnya, aku nggak bisa merangkai kata-kata indah. Kata-kata yang bisa membikin orang-orang bisa kembali bernostalgia dengan becak. Berbulan madu bersama becak di masa lalunya, dulu.
Yang ada dibenakku ini, cuma pikiran bisa menikmati keramaian kota yang ada dengan kereta nggak berkuda itu. Entah aku masih berani melakukan itu ato nggak. Huh..
01-07-2010
Masih inget sama lagu yang ada kata-kata itu sebagai liriknya. Aku masih ingat. Maklum aja, itu salah satu lagi favorit aku. Tapi, belakangan tahun ini, aku nggak lagi mendendangkan lirik-lirik sederhana itu. Lagu jaman kanak-kanakku itu, udah tergantikan sama lgu garapan Avenged Sevenfold, D'Masiv, atau malah Armada.
Namun, bukan berarti aku sama sekali lupa. Cuma udah lama nggak bersenandung lagu soal becak itu.
Pas lagi ngobrol bareng sama Apank dan Tarwin di sebuah kafe, aku kembali ingat sama becak. Malam itu, kami bertiga ngobrol ngalor-ngidul. Becak jadi salah satu bahan yang sempat dibicarain.
Ketiga mantan Pimpinan Umum Lembaga Pers mahasiswa dari tiga fakultas itu banyak ngomongin soal nasib becak sekarang ini. Banyak pengalaman bersama becak yang kedua temenku ceritain. Dari banyak sisi. Namun, intinya hampir serupa. Becak dan tukangnya adalah salah satu "pasangan" yang menderita.
Aku lebih memilih buat ndengerin cerita yang mereka punya itu. Dan aku menikmatinya. Oya, aku juga setuju dengan mereka.
Ah, aku jadi inget nih. Dulu, pas aku TK, aku selalu naik becak. Terutama pas balik sekolah. Pernah suatu kali, saking ramenya anak-anak yang mau balik bareng becak langgananku, becak yang kami naikin sampai terbalik. Untung aja, waktu itu, becak masih berhenti dan si tukang belum duduk di kursinya.
Tapi, liat tukang-tukang becak itu. Mereka cuma menghabiskan waktunya buat berpose di becaknya. Sambil memejamkan mata pula alias tidur.
Kekuatan pria-pria tengah baya itu udah kalah sama kecanggihan mesin yang bertenaga berkuda-kuda. Itu belum lagi dengan anak-anak muda yang enggan betul naik becak. Apalagi buat jadi tukang becak.
Itu belum diitung sama razia-razia terhadap kereta yang nggak berkuda itu. Dikejar-kejar satpol PP bak sampah yang musti dihempaskan.
Huh...sayangnya, aku nggak bisa merangkai kata-kata indah. Kata-kata yang bisa membikin orang-orang bisa kembali bernostalgia dengan becak. Berbulan madu bersama becak di masa lalunya, dulu.
Yang ada dibenakku ini, cuma pikiran bisa menikmati keramaian kota yang ada dengan kereta nggak berkuda itu. Entah aku masih berani melakukan itu ato nggak. Huh..
01-07-2010
2 komentar
ketika kita manghayati poto itu, betapa ibanya kita... namun kadang tukang becak seting bikin darah tinggi naik ketika kejadian di lampu merah... betapa dengan tertibnya mereka melanggar lampu merah, dan parahnya lagi polisi tidak mau menilangnya... trus di mana letak keadilan sebagai sesama pengguna jalan
BalasHapusiya, aku sendiri juga bingung soal itu. tapi, ini mungkin gara-gara bangsa kita ini emang nggak suka sama keteraturan.
BalasHapus