Catatan Kecil Hari ini

#5

10:17

"Hanya ada satu kata: Lawan!"


Sembari menghilangkan bosan pada layar dinding facebook, aku membuka "tab" baru. Lantas menuliskan kata "google". Mulanya, aku bingung mau mencari apa di google ini. Terlampau banyak hal yang terdapat di sana. Dan aku bener-benar bingung mau cari apan. Ini mungkin yang disebut gejala ekstasi komunikasi. overload information.

Beberapa menit awal, pencarian berjalani serampangan. Klik sana, Klik sini. Nggak tentu arah.

Widji Thukul. Tiba-tiba kata itu mencuat dipikiran. Lalu, aku pun bergelut dengan kata-kata rangkaiannya. Lumayan lama

Ternyata, banyak cerita tentang pria berperawakan kecil itu. Bagaimana masa kecilnya. Bagaimana hidupnya sebagai seorang penyair. Atau malah nasib hidupnya yang tragis, yang nggak berujung.

Aku pernah suatu kali membaca puisi-puisinya di alun-alun Purbalingga. Kumpulan puisi itu dibaca sama yudho dan adhe. Tadarus puisi, kalo tino bilang. Cuma, waktu itu, kami bertiga nggak membaca puisi yang bikinan pria kelahirab Sorogenen, Solo, 26 Agustus 1963, keras-keras.

Aku ingin jadi peluru. Buku yang dibawa mbah yudho itu bar kali pertama aku ngeliatnya. Sampulnya biru warnanya. Lusuh. Mungkin lantaran udah terlalu lama disimpan.

Tapi, itu bukan perkenalanku yang pertama dengan barisan kata anak tukang becak itu. Melainkan saat masa-masa awa kuliah. Saat geliat pergerakan mahasiswa masih sedikit menyisakan aromanya.

Aku, ingat betul, saat teman-teman teater SiAnak membacakan puisinya itu. Terutama saat turut aksi."Hanya ada satu kata: Lawan!", begitu kata yang diteriakkan. Sangat provokatif.

Dan waktu mendengar kata itu diucapkan. Aku merinding. Merasa diriku itu kecil. Ini jujur saja.

Puisi-puisi buatan suami sipon itu membuka mata sipitku. Membuka mata biar ngeliat kalo terlampau banyak kenyataan menyedihkan. Yang ironisnya, aku nggak pernah tau hal itu. Meski aku udah kuliah.

Hm, kata-kata emang menggambarkan semuanya. Pun puisi widji thukul. Sebenarnya aku nggak terlalu yakin, apakah itu yang disebut puisi? Itu terlalu realistis. Bukankah kebanyakan puisi yang ada dan aku baca dari kecil bicara soal alam, pemandangan dan cinta.

Lalu, puisi itu bicara soal apa?

09-06-2010

Catatan Kecil Hari ini

#4

10:12

"Kalian punya cerita kekonyolan apa yang bisa diceritain?"

Pertanyaan itu Firdaus yang melontarkan, siang itu di kumpulan perdana Pelopor di Barak Kopkun. Ada lima orang yang mendapat pertanyaan itu. Termasuk aku, yang nggak ngira bisa dapet pertanyaan itu.

Banyak jawaban, ternyata. Masing-masing punya cerita sendiri-sendiri. Tapi, kalo diliat-liat, nggak semuanya berbau kekonyolan. Ada yang cerita soal cewenya yang cantik-cantik, tapi udah mantan. Cerita soal pengalamannya dianggap jadi babyface. Ada juga yang kakaknya nggak pulang-pulang, kayak bang toyib. Cuma bedanya kalo kakaknya ini pergi lantaran disantet.

Huh. Aneh-aneh deh pokoknya. Tapi, sempet bikin ketawa juga sih.

Nah, kalo aku sih nggak ngomongin soal kekonyolan dalam arti konyol yang sebenernya. Soalnya aku masih susah mendefinisikan kekonyolan itu apa. Tiap-tiap otak punya definisi sendiri-sendiri kan. Dan nggak semua otak sama.

Ketimbang cerita kekonyolan yang secara frontal, aku milih cerita soal kebaruan. Semua hal-hal baru yang selama ini aku laluin. Terutama sedari mulai kuliah, sampai aku negtik tulisan ini. Buat aku sendiri, hal-hal baru itulah yang membikin aku malah ngelakuin hal-hal yang konyol. Mungkin malah dilabeli konyol.

Mulai dari masuk Jurusan Komunikasi padahal pilihan ketiga. Jadi kameramen dokumentrasi acara dadakan. Ikutan Lembaga Pers Mahasiswa. Kenal temen-temen yang sebanyak ini di sekitarku. Sampai ngerjain Skripsi yang idenya aja nemu di kantin.

Hm, aku nggak ngerti bakal kayak apaan aku ini jadinya kalo aku ini nggak berani ngelakuin hal-hal yang baru. Berprinsip katak lebih baik dalam tempurung.

Mungkin ini yang disebut pengalaman adalah guru yang paling baik. Yah, itulah yang sedang terjadi, mungkin.

Dan sekarang, aku lagi keranjingan cerita-cerita yang menarik dari teman-temanku. Aku hampir selalu melihat, mencuri dengar, bahkan malah beberapa kali bertanya, siapa tau dapat cerita-cerita menarik, baru ataupun konyol.

Nah, kalian punya cerita apa yang bisa aku dengerin? Aku selalu punya banyak waktu buat itu!!

24-05-2010

Catatan Kecil Hari ini

#3

10:01

Belum lama aku duduk di bangku panjang berwarna coklat. Tapi, tempat aku duduk itu emang luar biasa banget. Cukup duduk manis, banyak hal yang bakal ditunjukan sama kita. Aku duduk dengan menyilangkan kaki, tepat menghadap jaln kampus. "Crowded ya...." begitu Asta bilang.

Pertigaan yang satu ini emang ramai. Motor bersliweran ngalor-ngidul, kanan ke kiri, lurus-belok. Kecepatannya pun nggak bisa dibilang pelan. Padahal lampu lalu lintas, cuma warna orange yang berkelap-kelip. Sama sekali nggak nunjukin kalo ini udah jam 11 malem.

Tapi, tiba-tiba terbesit pikiran yang bisa dibilang ngaco. "Kim, kalo pas lagi duduk gini, terus ngeliat motor tabrakan. Bres! kayaknya asik yah. Terus, habis itu, kita cuma ngeliatin doank. Nggak mbantuin sama sekali," itu yang terbersit di otakku.

Keji. Tega. Sadis. Ah, nggak juga kok. Buktinya beberapa teman malah tertawa aku bilang kayak gitu. Mereka malah melanjutkan imajinasiku yang sekonyong-konyong muncul pas liat pertigaan yang ramai itu.

Hm, kalo mau mengakui, itulah sebenernya kita. Penyuka kekerasan. Bahkan bisa jug adibilang penggila kekerasan.

Ini jelas bukan mengada-ngada. Banyak dari kita pasti hobi nonton OVJ. Lawakan paling "in" belakangan ini. Tapi, ada satu hal yang kurang kita insafi, kalo OVJ itu hobi mencintai kekerasan kita tersalur. LIat aja gaya kita pas lagi liat adegan menjatuhkan bintang tamu di atas perlengkapan sterofoam. Pemain terjungkal, penonton terbahak-bahak.

Nah, kalo ada demo yang dilabeli "demo anarkis" itu bentuk hasrat cinta kita atas kekerasan yang sifatnya nggak lucu.

Aku jadi inget, kalo temenku hobi ngebayangin seseorang dapat celaka dengan luka berdarah-darah. Jatuh dari lantai atas. Terjungkal dari bangku taman. Tertabrak bus. Dan sebagainya. Dan sebagainya.

Aku melihat jalan itu lagi. Aku melihat sebuah mobil ditabrak motor yang melaju cepat dari arah utara. Mungkin habis main dari Baturaden. Brak! Si pembonceng terpental ke depan. Menghantam aspal dengan keras. Tubuhnya yang dibalut hotpant dan kaos ketat nggak keliatan seksi lagi.

Sementara, Si pengendara motor nggak lagi necis. Mukanya menghantap cap mobil dengan keras.

Sementara itu, Si pemilik mobil membuka puntu mobilnya. Celingukan nggak tentu arah.

Nggak ada helm yang terlempar malam itu. Nggak juga ada kata "tolong!!!!"

23-05-2010