#67
16:12
Menjadi sering meminum kopi, saat pindah ke Banyumas. Padahal, saat masih bertugas di wilayah Purbalingga, juga ada kopi. Namun tetap saja tidak sesering ini. Sekarang, bila tidur di kantor bila mengetik di kantor, maka sudah pasti ada kopi di meja.
Bisa jadi, ini karena sewaktu di Kota Perwira, meminum kopi sama artinya harus beranjak dari kursi lipat warna merah. Membuka toples berisi serbuk kopi dan butiran gula. Kemudian menyeduh campuran itu dengan air panas di dispenser yang ada di pojok dapur.
Sementara di Kota Satria ini, semua hal yang ringan tapi membutuhkan tenaga itu, tidak perlu dilakukan. Ada office boy yang bertanya "kopi mas?". Dengan cukup mengatakan iya, maka dalam hitungan menit, segelas air berwarna kehitaman akan menghampiri. Dalam kondisi panas.
Kemudahan. Sebenarnya, yang sedang rasakan ya memang begitulah. Ada kemudahan yang dirasakan saat hidup dan bekerja di Kota Mendoan ini. Semacam celah cahaya di antara kotak gelap yang semula dirasa sebagai ruang gelap yang mengusik kedamaian, secara tiba-tiba.
Harus diakui, saat pindah bertugas di Banyumas, rasanya sangat mangkel. Memandang proses yang dilalui itu sebagai bentuk ketidakadilan bos. Semua hal pun dinilai negatif. Sepositif apapun hal itu. Bagaimanapun, saat zona kenyaman digoyang, ego akan bermain kan.
Akhir pekan kemarin, mendapat nasihat yang menarik dari Camat Sumpiuh, Abdul Kudus. Ia mengatakan, cara memandang hidup itu harus dengan menggunakan kaca yang bersih, jangan yang kotor. Dengan begitu, akan lebih objektif memandang persoalan.
0 komentar