Wajah Dunia Pendidikan di Purbalingga, Mau Menambahkan?

16:45

Dunia pendidikan di Purbalingga biasa dibahas. Baik untuk komoditas berita ataupun proyek
Foto dokumentasi pribadi.
Sejak memasuki April 2017, saya sudah ingin menulis tentang tlatah pendidikan di Purbalingga. Keinginan ini muncul begitu saja, tanpa alasan khusus. Lagipula untuk apa alasan khusus, toh saya juga bukan orang dinas ataupun anggota dewan.

Membahas pendidikan itu levelnya "penting dan perlu". Alasannya sangat banyak, tentu. Salah satunya karena pengeruk pundi-pundi keluarga adalah pendidikan, selain juga belanja harian, cicilan leasing dan berbagai tanggungan lainnya.

Kali ini, saya ingin berbicara soal Wajah Pendidikan di Purbalingga, di masa kini. Seperti apa ya rupanya?


Sekolah mulai menjadi hal yang tidak menarik bagi anak di Purbalingga.
Foto dokumentasi pribadi.
 

Semakin Tinggi, Semakin Ogah Sekolah

Badan Pusat Statistik dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyebut ada 23.371 anak usia sekolah yang tidak sekolah. Data Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) tahun 2015 ini saya kutip dari situs Radar Banyumas.

Rincian gilanya, 2.147 anak usia SD  tidak sekolah, 5.921 anak usia SMP tak sekolah 5.921 dan anak usia SMA/SMK yang tidak sekolah jumlahnya 15.303. Semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin banyak yang tak sekolah. Duh!

Bekerja di pabrik rambut dan bulu mata palsu menjadi pilihan utama anak muda di Purbalingga.
Foto dokumentasi pribadi

Sekolah Kalah Sama Pabrik

Keberadaan industri bulu mata dan rambut palsu sudah memengaruhi kehidupan di Kota Perwira. Selain fenomena papa momong mama kerja alias pamong praja, industri yang sudah masuk sampai level desa lewat format plasma ini juga ngefek berat sama sekolah. 

Data di atas itu adalah salah satu indikasinya. Secara kualitatif, saya sering dengar kalimat "daripada sekolah ngetokna duit, mending ngode malah olih duit". Bahkan, ada guyonan kalau cita-cita anak Purbalingga itu bukan jadi dokter, tapi jadi buruh pete (baca: pabrik).

Sayangnya, rahasia umum ini belum bisa dibuktikan secara ilmiah dan konkret. Cuma sebatas asumsi dan indikasi. Mari kita berdoa, dinas-dinas terkait bisa tercerahkan hatinya untuk mengkaji serius hubungan malas sekolah dan semangat ngode ini. Aamiin.

Semakin banyak Bu Guru Cantik dan juga Pak Guru Ganteng di kantor guru.
(search by google)

Pak Guru Ganteng, Bu Guru Cantik

Fenomena si ganteng dan si cantik ini muncul hampir berbarengan dengan masa-masa saya hampir wisuda. Mereka datang dari generasi 90an, yang dulu ikut trend kuliah keguruan karena tergiur kabar burung "10-15 tahun lagi banyak guru pensiun".

Entah soal efek mereka pada dunia pendidikan. Yang pasti, mereka sudah menggeser generasi tua, yang hendak pensiun. Jadi, mari berpikir, generasi muda itu membawa gaya mendidik mungkin lebih fresh dan kekinian.

Si ganteng dan si cantik itu pasti membikin para siswa lebih semangat. Minimal semangat berangkat ke sekolah. Mungkin Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Perwira ini perlu menjadikan keberadaan Pak Guru Ganteng dan Bu Guru Cantik sebagai solusi pendidikan Purbalingga.
Tembok sekolah di Purbalingga berubah menjadi merah dan hitam, trend warna 2017?
Photo by Blakasuta.com

Merah dan Hitam Warnanya

Nah, kalau yang satu ini saya baru "ngeh" beberapa bulan terakhir. Saya kira mengecat tembok gerbang sekolah dengan warna merah dan hitam cuma karya inovasi sekolah dasar di desa. Dan ternyata, sekolah negeri se Purbalingga.

Dulu, waktu saya masih sekolah, cat sekolah hanya identik dengan warna kuning mirip kantor Golkar. Sementara warna merah dan hitam, hanya akan muncul di rapot dan papan tulis kapur.

Saya belum tahu pengecatan itu inisiatif siapa, kok bisa viral begitu. Di koran ataupun di media sosial, tak ada cerita soal warna merah dan hitam ini secara lengkap. Mungkin ini trend warna 2017 yah?

Kira-kira itulah wajah pendidikan di Purbalingga. Ini versi saya, bukan versi on the spot atau versi lembaga survei. Dan, anda juga boleh mengisi wajah-wajah pendidikan di Kota Perwira ini. Sila berbagi di kolom komentar.

You Might Also Like

0 komentar