.... Begitulah masa lalu mempermainkan
Buku itu kubeli beberapa tahun lalu
Lalu aku sayat diriku
Sudah diaspal ulang, kembali rusak. Selalu. |
Panas dan berasap jadi hiasan
Mata pedih jadi langganan
Napas tersengal, itu bisa buruk jadinya
Jalan raya selalu seperti itu
Bergelombang, beragam kedalaman
Tak mulus seperti kulit Agnes Monica
Kena lubang dalam, itu sial namanya
.... Sekejap dibayangkan, seketika kau menyapa
Aku senyum, kau terus berkata, lalu berbincang
Niat hati, hendak membisu, tanda marah
Tapi semua kata meluncur, kau kembali lenyap....
[14/05/2013]
Aku mengenalnya lama, beberapa tahun lalu
Sebenarnya tidak secara langsung
Belum sekalipun bertegur sapa
Hanya mendengar nama
Hanya mengira-ira deskripsi
Aku mengenalnya lama, beberapa tahun lalu
Dari sajak yang dibaca seorang demonstran
Pria bertubuh kecil itu berteriak lantang;
Hanya ada satu kata, lawan!
Seketika tubuh turut melawan, tiba-tiba
Ingin kubuat sajak dengan namamu
Nama yang aku kenal bertahun silam
Nama yang aku kenang karena rasa
Nama yang aku ingat pada banyak detik
Ingin kubuat sajak dengan namamu
Sebab saat dengan menyebut namamu, aku tahu aku
Hingga aku sadar betapa aku lemah
Benteng kekuatan sombongku luluh
Aku ingin mencintaimu secara utuh
Sembunyi-sembunyi mencuri pandang
Senyap-senyap mencari dengar
Selepasnya merekonstruksi dalam bayang
Aku ingin mencintaimu secara utuh
Memburu jarak demi mengenal nama
Menelisik pelan demi tahu jati diri
Setelahnya mendamba dalam diam, senyum-senyum
Entah harus bicara apa soal korupsi
Tak ada romantisme menggalau
Cuma rasa jijik, muak sejurus dengan makian
Ah, ada pula seringai senyum munafik
Tipu-tipu wajah topeng
Entah harus bicara apa soal korupsi
Ia ada di mana-mana, setiap saat berdenyut
Mengurita bersama kolusi dan nepotisme
Uang, umur, waktu semua jadi santapannya
Lihai betul mereka
... Rasanya seperti bisu, tak punya nada
Lalu aku harus apa lagi
Apa aku harus menghardik Tuhan lantaran keisengan yang dibuatnya
Kita bersua, dengan sulitnya
Saat berjumpa pada titik rasa yang sama, saat itu kita terberai
“Esok, takdir akan menempatkanmu di tengah keluarga yang penuh kedamaian namun takdir akan mengirimku ke dunia penuh perjuangan dan peperangan”
Kepada siapa menjejalkan huruf-huruf itu? (ilustrasi) |
Sekalipun menjadi tak runtut, tak apa
Biar dari sana terceritakan betapa bisunya senja
Kebisuan karena minder melihat senyum di dagumu
Akan kupaksa huruf-huruf itu berjejal
Membuat diorama indah tanpa meragu
Agar dunia tak mencaci aku terjebak
Menganggap aku tolol, terbius imajimu
.... Aku terjebak dalam kata-kata indah, ini buruk.
Keterjebakan itu menyeretku dalam keterpakuan, tak kreatif.
Dulu, kata aksara begitu mudah tak beda kata terucap
Ini buruk, sungguh. Tak beda berita di televisi....
... Aku memang tolol. Tak mampu memahamimu, hatimu
Di situ akar soal yang akhirnya kau sebut dengan tak sabar
Hingga pada sore, aku tahu aku terjebak
Aku tak berkutik, sambil meratap...
.... Tidak ada kegundahan sebenarnya, di relung rasa
Yang ada cuma kekecewaan, mungkin begitu
Tak tergapai, meski selalu mengintip
Melupa itu memang tak mudah, lupa ingatan sangat ingin
Semua itu tentang cerita senyap antara aku dan kau....
... Melirik semburat layu mentari seraya membidik asa di ujung jalan.
Kepada senja, bolehlah barang sejenak menemui bayang samar,
yang mulai suka mengintip di relung waktu.
Meski entah ini dosa, salah atau tak tahu diri....