Sobekan Kertas

Ceramah

17:53

Dilihat dari manapun, ini jelas bukan kali pertama buatku. Rasanya, kalau tak salah mengingat, aku sudah merasai hal ini, sejak aku menapakan kaki di dunia yang sedang kugeliti. Jadi, jelas bukan hal yang asing buatku.

Tapi, entah kenapa, rasanya berbeda. Asing. Baru. Ah, mungkin karena aku sudah lama sudah tidak kena ceramah saat berkerja.

Huh. Aku memang tiak menyangka bisa kena ceramah. Saat itu, aku cuma berdua. Dan, saat itupun, tampaknya, pembicaraan kami itu sudah hampir berakhir. Tapi, entah malaikat mana yang membisiki dia untuk memberikan petuah.

Dia berbicara terus-menerus. Sementara aku, hanya memegangi lenganku yang berbalut jaket kain warna coklat. Aku hanya diam. Sesekali melempar senyum dan manggut-manggut.

"Jangan membuat fitnah. Jangan menyakiti orang lain," begitu katanya, tiba-tiba.

Ah, aku kaget betul saat itu. Bukan soal aku jarang mengikuti ceramah secara langsung, kecuali saat Sholat Jumat. Tapi lebih disebabkan, apa yang dia katakan itu.

"Kenapa anda bilang seperti itu?" tanyaku. Tapi, hanya dalam hati.

Aku menangkap kesan, aku ini selayaknya seorang penyebar fitnah yang tak bertanggung jawab betul. Pengumbar kesalahan orang yang hobi lempar batu sembunyi tangan. Pria yang datang mendekat hanya untuk mencari celah untuk menjatuhkan.

Sial betul aku ini. Mendapatkan label semacam itu. Apa aku serendah itu. Apa aku se-"bau kencur" itu. Betul-betul.

Kata-kata dan pertanyaan semacam itu justru yang berlalu lalang dipikaranku. Sampai-sampai, yang apa-apa yang dikatakannya tak masuk ke telingaku, yang sebelah manapun. Aku bukan sedang difensif dengan ilmu yang diberikan. Hanya saja, seburuk itukah profesiku. Hingga perlu senantiasa "ditatar".

Saat, aku melepas genggamanku, aku tersadar dia mengatakan sesuatu. "Ini kata-kata Nabi Muhamad, yang disampaikan melalui sunah dan hadist," tuturnya.

Sekali lagi, aku tak sedang menghiraukan semua petuah indahmu. Aku hanya sedang berpikir. Memikirkan, sebenarnya bagaimana pola pikir yang dia pakai. Atau mungkin yang mereka pakai.

[02/12/2010]

Sobekan Kertas

Eneng

18:29

Eneng. Begitu namanya. Aku tak terlalu yakin, lima huruf itu namanya. Aku tak yakin. Tapi, aku tak mampu berbuat banyak untuk lebih tau namanya yang sesungguhnya. Sebab, perempuan berambut panjang itupun hanya ingin dipanggil dengan nama itu. "Panggil saja, Eneng," ucap dia.

Penampilan Eneng, sangat menarik perhatian. Kaos berwarna merah jambu, melekat kuat di tubuhnya. Sementara itu, rok mini, sangat mini, melingkar dipanggulnya. Warnanya hitam dan berumbai-rumbai. Bagi mata seorang pria, jelas sangat menarik perhatian. Minimal, melirik.

Malam itu, perempuan berperawakan kecil itu memulai berbincang denganku. Namun, caranya agak aneh. Kami saling tanya, dengan menggunakan layanan "pesan" di hape. Bukan saling SMSan. Hanya saling meninjukan jawaban dan pertanyaan lewat monitor.

"Mirip kayak anak SMA yah," komentarku soal cara berkomunikasi aku dan Eneng.

Tapi, mungkin, cara itu memang yang paling pas buat kami berbincang. Tempat kami berbincang, memang sangat bising. Ruangannya juga gelap. Hanya sebersit sinar hijau menerangi. Asap rokok-pun, sangat peka terasa. Dan Eneng pun ternyata tak tahan dengan asap rokok.

"Mataku udah perih banget nih. Tolong ambilin tisu dong," pintanya. Aku mengambilkan tisu, beserta wadahnya yang putih warnanya.

Kami berbincang lagi. Ternyata Eneng, mahasiswa D3 di Unsoed Purwokerto. Masuk 2007, dan baru lulus tahun ini. Dia dari daerah Pengandaran, Ciamis.

"Pantai yah," kataku spontan. Aku sendiri bingung, kenapa kata itu malah yang keluar. Seakan yang ada di otak hanya kata: pantai. Tapi, mau bagaimana lagi, memang begitu adanya.

Tapi, berkat ketololanku berkomentar itu, pikiranku malah jadi bertanya-tanya. Benarkah dia semuda itu. Kok rasanya dia terlampau tua untuk umur segitu. Atau tren yang ada memang begitu adanya. Umur muda, muka "boros".

Itu baru satu pertanyaan yang urung kutanyakan. Sebenarnya, aku ingin tanya; apakah kamu itu yang disebut ayam kampus? Kalau iya, sudah berapa lama? Ah, tapi tak pantas. Rasanya begitu.

Dua jam, hampir. Musik terus bertalu-talu. Entah apa saja yang udah masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Atau juga sebaliknya. Entah.

Yang terang, Eneng yang masih cari pekerjaan, tak jua mengeluarkan suaranya yang seirama dengan alunan musik. Mungkin hanya beberapa bait. Mungkin hanya beberapa kata. Eneng mengaku tak bisa menyanyi. "aku suka lagi ya sudah lah," tutur dia.

Dua jam, kali ini, sudah berlalu. Eneng dan temannya pergi dengan kedua temanku. Entah kemana. Mereka pergi dengan mobil. "Mereka mau....," ucap temanku yang lain.

[01/12/2010]

Jepret

Berburu Di Bendungan Gerak Serayu (BGS)

13:53

PAKAI TOMBAK: Berbeda dengan cara memulung kebanyakan, pemulung di Bendung Gerak Serayu menggunakan tombak bambu untuk mengambil "harta karun" buruannya, yaitu kayu.
MEMANGGUL: Seorang warga Desa Kebasen Kabupaten Banyumas sedang memanggul kayu yang diambilnya dari Bendung Gerak Serayu.

DIKERINGKAN: Kayu yang telah diambil dari Kali Serayu Banyumas, akan dikeringkan untuk dijadikan kayu bakar dan dijual Rp 20.000,- perikatnya.

[Gambar kali ini coba menunjukkan kegiatan para pemulung kayu bakar di Kali Serayu Kabupaten Banyumas, lebih tepatnya lagi di Bendung Gerak Serayu. Selain tempatnya yang nggak lazim, barang buruan dan cara yang digunakan pun berbeda dengan pemulung yang lainnya.

Pemulung jenis yang satu ini, buruan utamanya adalah kayu-kayu yang hanyut aliran sungai. Nantinya, kayu tersebut, akan dikeringkan untuk membuat kayu bakar dan dijual ke warga sekitar.

Selain itu, cara yang digunakan mereka pun terbilang unik. Mereka menggunakan tombak untuk mengambil kayu-kayu tersebut. Dan juga menggunakan tali untuk menjerat kayu, layaknya koboi dari negeri Paman Sam.]