Catatan Kecil Hari ini

#31

13:33

Sekonyong-konyong aku jadi teringat tentang cerita sosok-sosok manusia, pada zamannya masing-masing, yang berkehendak jadi Tuhan. Baik dengan menjadi juru ramal yang mampu memprediksi apa yang bakal terjadi kedepan, atau dengan cara yang jauh lebh gampang; mengaku-aku dirinya itu Tuhan. Cara berbeda yang berbuah pada resiko yang berbeda pula.

Tapi yang terpikir olehku, bukanlah sebuah rasa iri ingin melakukan apa yang mereka lakukan. Bukan itu.

Aku malah berpikir, apa enaknya jadi Tuhan. Menjadi sosok yang tahu segala-gala. Dari yang sangat tersembunyi, pun dengan yang sampai "ada dipelupuk mata".

Selalu ditanya ini, ditanya itu. Sudah dijawab salah, tak dijawabpun tetap dicaci. Hampir seperti melihat manusia yang mencaci hujan, pun juga panasnya kemarau. Lalu apa enaknya jadi Tuhan.

Hampir serupa dengan saat kita bermain games, tapi kita tahu awal dan akhir ceritanya. Belum tahu permainnannya tapi sudah tahu nasib si lakon. Lalu apa enaknya jadi Tuhan.

[18/04/2011]

Jepret

Sensasi Warna Sungai di Congot

17:46

Inilah tempat pertemuan dua arus sungai besar di Banyumas raya, Kali Klawing dan Kali Serayu. Perpaduan warna dan laju arus khas dua sungai itu bisa ditemui di Congot, Kedungbenda, Kemangkon, Purbalingga.

[10/04/2011]

Sobekan Kertas

Jumat yang Lambat

09:20

[Satu]

Jumat yang lambat. Begitu aku menyebut hari ini. Kendati semua orang, pun aku, selalu mengganggap hari ini hari yang singkat, aku tetap ingin menyebutnya demikian. Paling tidak, sekedar untuk hari ini.

Kendaraanku pun melaju dengan lambat. Kecepatannya, sama sekali tak menyentuh angka 40 Km/jam. Aku membiarkan semua kendaraan mendahuluiku. Yang mampu aku salip, hanya sepeda yang berjalan dengan tenaga manusia, bukan mesin. Sungguh, bukan seperti aku yang biasanya.

Aku memang tengah menunggumu. Sembari menikmati lantunan pelan lagi dari pemutar lagi di handphone, aku berharap kau tiba-tiba muncul. Melempar pandangan. Melempar senyum "Gasik bangete pangkate (pagi sekali berangkatnya)," katamu mencandaiku.

Ini, yang aku lakukan, tak ubahnya yang aku lakukan dulu, semasa berseragam putih-abu-abu. Mengira-ira jam berangkatmu ke sekolah, lantan menghitung-hitung kecepatan langkahku.

Saat perhitungan tepat, kita akan bertemu. Di saat itu pula, kita, terutama kamu, akan mengganggapnya sebagai "kebetulan". Tak perduli itu benar-benar sungguhan "kebetulan" atau tidak, aku tak peduli. Toh, kesempatan itu bukan hanya sesuatu yang kebetulan semata, namun bisa juga diciptakan. Itu yang aku yakini.

Ah, yang pasti, aku berjalan denganmu. Kamu di sampingku. Hal semacam itu pula yang tengah aku damba.

"Don’t make me change my mind/Or I wont live to see another day/I swear it’s true/Because a girl like you is impossible to find/It’s impossible//" begitu Secondhand Serenade bergumam lirih.

Satu meter, sepuluh meter, ratusan meter. Semua sudah terlalui. Entah apa saja yang sudah terabaikan oleh pandanganku. Sepanjang jalan, hanya memandangi kaca spion. Ya hanya mengintip-intip sembari berharap.

"...And I will try to fix you...." tutur Coldplay.

[01/04/2011]