Ini Nyasar, Bukan Sok Tahu
18:30"Malu Bertanya, Sesat di Jalan"
Rasanya, kata-kata itulah yang jadi satu-satunya pelajaran yang paling nikmat buatku minggu ini. Mungkin, malah bisa dikatakan, kenikmatannya, melahap es krim di tengah hari dengan panas menyengat.
Ada semacam kekonyolan dalam pengalaman yang aku lalui Jumat (7/1) lalu itu. Kekonyolan yang terpaksa lahir, cuma lantaran aku enggan bertanya. Lebih tepatnya sih, gengsi nanya. Mungkin itulah kenapa pengalaman yang nggak pernah dinyana itu, begitu nikmat. Kalau nggak mau disebut; menampar!
***
Siang itu, aku berniat ngambil foto jembatan yang pondasinya ambles. Jadi nggak bisa dilewatin kendaraan. Kecuali sepeda motor, itu pun giliran lewatnya. Jembatan Kali Putat itu ada di Desa Kalijaran, Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga.
Mulanya, aku dibikin kebingungan nyari jembatan yang ambrol Kamis (6/1) siang sekitar Pukul 14.30 WIB itu. Butuh waktu sekitar 30 menit buat nemui jembatan yang melintang di Kali Putat tersebut.
Hampir putus asa, aku ambil keputusan serampangan. Mengambil jalan belok kekiri. Ajaib. Jembatan itu ketemu! Wah, bener-bener lega tuh rasanya.
Jeprat-jepret. Ambil beberapa gambar. Tanya orang yang kebetulan di sana. Waktu itu, lagi banyak warga yang lagi mancing ikan lele di sungai, jadi ya rame.
Semua berjalan dengan lancar. Sangat mudah. Namun, petaka dimulai setelah semuanya dianggap beres.
***
Waktu sudah mapir menunjuk Pukul 10.00 WIB. Sudah terlampau siang, sedangkan aku berkehendak berangkat ke Purbalingga. Aku putuskan mengambil jalan yang berbeda dengan jalur berangkat. Biar lebih dekat, pikirku.
Keputusan mengambil jalur yang beda memang lebih didasari rasa ingin tahuku. Aku pingin tahu, jalan itu akan tembus ke wilayah Kabupaten Purbalingga sebelah mana. Saat itu, semangat petualanganku betul-betul memenuhi otakku.
Motor dipacu. Pertigaan dekat jembatan, aku lewati begitu saja. Terus melaju di tengah jalan aspal di Desa Kaliori, Karanganyar. Semakin jauh, jalan aspal halus semakin sirna. Digantikan dengan jalan yang sempit. Dan tak ada aspal, hanya jalan berbatu. Kayak kali sat.
Saat itu aku tak merasa aneh. "Mungkin inilah sisi lain Purbalingga. Ketimpangan antara pembangunan di kota dan di desa. Pusat kota jadi mercusuar yang tak akrab dengan desa," itu yang ada dibenakku.
Maka itu, motor terus menerabas jalan batu itu. Tak perduli, jalan itu sungguh tak nyaman untuk dilalui. Sangat tak nyaman. Sungguh.
Terus melaju, namun kok seperti tak ada ujung. Aku pun makin nggak tau, di mana aku ini sebenarnya. Di desa yang samakah. Atau sudah berganti desa dan kecamatan. Belum lama naruh curiga, aku menemukan diriku menemukan jalan buntu.
Jalan yang aku lalui berujung pada sungai tanpa jembatan. Dengan kata lain, aku nyasar!
Motor langsung kubalik arah. Sambil clingukan, jalan berbatu itu aku lewati lagi. "Aku harap nggak ada yang liat," kataku dalam hati, sambil senyum malu sendiri.
Namun, sial memang sial. Bukannya jalan pulang ditemukan, aku malah menemukan jalan buntu lagi. Kali ini bukan sungai yang "menghalangi" jalanku, melainkan hamparan luas berwarna hijau yang lazim dikenal sebagai sawah.
Motor terpaksa berbalik arah, lagi. Mau tidak mau kan.
Sebenarnya, aku bisa saja tanya sama orang yang ada di sepanjang jalan. Sebenarnya, ada beberapa warga yang sempet aku temui di jalan. Tapi rasanya enggan betul. Gengsi betul.
Saat itu, aku mikirnya, kalau aku tanya sama orang, aku malu karena dianggap nggak kenal daerahku sendiri. Ah, kenapa juga aku bisa ngerasa kayak gitu.
Tapi, aku akhirnya, tanya sama anak kecil. Yang mungkin kadar malunya, akan lebih kecil dibanding nanya sama orang dewasa kan. Aku diberi petunjuk sama anak kecil itu, motor dipacu lagi. Aku kembali ke pusat Desa Kaliori. Motor juga aku kebut ke arah jembatan Kali Putat.
Aku berbalik dengan kecepatan semaksimal mungkin. Berkejaran dengan waktu yang sudah mendekati tengah hari. Bayangkan, ternyata aku tersesat selama hampir satu jam. Gila.
Aku mengambil jalan ke kiri saat melalui pertigaan yang dekat jembatan. Pertigaan yang sudah dari awal aku lewati. Dan, ternyata, aku bisa sampai di Desa Banjaran, Kecamatan Bojongsari. Desa yang jadi tujuanku sedari mula.
***
Ah, inilah akibatnya terlalu gengsi. Cuma gara-gara nggak mau nanya, semua jadi ribet. Jadi nyasar nggak jelas.
Huh. Bukan bermaksud menggurui, tapi kayaknya harus benar-benar jangan malu bertanya. Bertanyalah sebelum ditanyai; Nyasar yah?
[08/01/11]
Rasanya, kata-kata itulah yang jadi satu-satunya pelajaran yang paling nikmat buatku minggu ini. Mungkin, malah bisa dikatakan, kenikmatannya, melahap es krim di tengah hari dengan panas menyengat.
Ada semacam kekonyolan dalam pengalaman yang aku lalui Jumat (7/1) lalu itu. Kekonyolan yang terpaksa lahir, cuma lantaran aku enggan bertanya. Lebih tepatnya sih, gengsi nanya. Mungkin itulah kenapa pengalaman yang nggak pernah dinyana itu, begitu nikmat. Kalau nggak mau disebut; menampar!
***
Siang itu, aku berniat ngambil foto jembatan yang pondasinya ambles. Jadi nggak bisa dilewatin kendaraan. Kecuali sepeda motor, itu pun giliran lewatnya. Jembatan Kali Putat itu ada di Desa Kalijaran, Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga.
Mulanya, aku dibikin kebingungan nyari jembatan yang ambrol Kamis (6/1) siang sekitar Pukul 14.30 WIB itu. Butuh waktu sekitar 30 menit buat nemui jembatan yang melintang di Kali Putat tersebut.
Hampir putus asa, aku ambil keputusan serampangan. Mengambil jalan belok kekiri. Ajaib. Jembatan itu ketemu! Wah, bener-bener lega tuh rasanya.
Jeprat-jepret. Ambil beberapa gambar. Tanya orang yang kebetulan di sana. Waktu itu, lagi banyak warga yang lagi mancing ikan lele di sungai, jadi ya rame.
Semua berjalan dengan lancar. Sangat mudah. Namun, petaka dimulai setelah semuanya dianggap beres.
***
Waktu sudah mapir menunjuk Pukul 10.00 WIB. Sudah terlampau siang, sedangkan aku berkehendak berangkat ke Purbalingga. Aku putuskan mengambil jalan yang berbeda dengan jalur berangkat. Biar lebih dekat, pikirku.
Keputusan mengambil jalur yang beda memang lebih didasari rasa ingin tahuku. Aku pingin tahu, jalan itu akan tembus ke wilayah Kabupaten Purbalingga sebelah mana. Saat itu, semangat petualanganku betul-betul memenuhi otakku.
Motor dipacu. Pertigaan dekat jembatan, aku lewati begitu saja. Terus melaju di tengah jalan aspal di Desa Kaliori, Karanganyar. Semakin jauh, jalan aspal halus semakin sirna. Digantikan dengan jalan yang sempit. Dan tak ada aspal, hanya jalan berbatu. Kayak kali sat.
Saat itu aku tak merasa aneh. "Mungkin inilah sisi lain Purbalingga. Ketimpangan antara pembangunan di kota dan di desa. Pusat kota jadi mercusuar yang tak akrab dengan desa," itu yang ada dibenakku.
Maka itu, motor terus menerabas jalan batu itu. Tak perduli, jalan itu sungguh tak nyaman untuk dilalui. Sangat tak nyaman. Sungguh.
Terus melaju, namun kok seperti tak ada ujung. Aku pun makin nggak tau, di mana aku ini sebenarnya. Di desa yang samakah. Atau sudah berganti desa dan kecamatan. Belum lama naruh curiga, aku menemukan diriku menemukan jalan buntu.
Jalan yang aku lalui berujung pada sungai tanpa jembatan. Dengan kata lain, aku nyasar!
Motor langsung kubalik arah. Sambil clingukan, jalan berbatu itu aku lewati lagi. "Aku harap nggak ada yang liat," kataku dalam hati, sambil senyum malu sendiri.
Namun, sial memang sial. Bukannya jalan pulang ditemukan, aku malah menemukan jalan buntu lagi. Kali ini bukan sungai yang "menghalangi" jalanku, melainkan hamparan luas berwarna hijau yang lazim dikenal sebagai sawah.
Motor terpaksa berbalik arah, lagi. Mau tidak mau kan.
Sebenarnya, aku bisa saja tanya sama orang yang ada di sepanjang jalan. Sebenarnya, ada beberapa warga yang sempet aku temui di jalan. Tapi rasanya enggan betul. Gengsi betul.
Saat itu, aku mikirnya, kalau aku tanya sama orang, aku malu karena dianggap nggak kenal daerahku sendiri. Ah, kenapa juga aku bisa ngerasa kayak gitu.
Tapi, aku akhirnya, tanya sama anak kecil. Yang mungkin kadar malunya, akan lebih kecil dibanding nanya sama orang dewasa kan. Aku diberi petunjuk sama anak kecil itu, motor dipacu lagi. Aku kembali ke pusat Desa Kaliori. Motor juga aku kebut ke arah jembatan Kali Putat.
Aku berbalik dengan kecepatan semaksimal mungkin. Berkejaran dengan waktu yang sudah mendekati tengah hari. Bayangkan, ternyata aku tersesat selama hampir satu jam. Gila.
Aku mengambil jalan ke kiri saat melalui pertigaan yang dekat jembatan. Pertigaan yang sudah dari awal aku lewati. Dan, ternyata, aku bisa sampai di Desa Banjaran, Kecamatan Bojongsari. Desa yang jadi tujuanku sedari mula.
***
Ah, inilah akibatnya terlalu gengsi. Cuma gara-gara nggak mau nanya, semua jadi ribet. Jadi nyasar nggak jelas.
Huh. Bukan bermaksud menggurui, tapi kayaknya harus benar-benar jangan malu bertanya. Bertanyalah sebelum ditanyai; Nyasar yah?
[08/01/11]
3 komentar
Nyasar ya ? Kasian. Hahahaha.
BalasHapusNice sharing Kit. Kalau sekali lagi lewat jalan sana, yakin sudah ingatkah kamu jalur-jalurnya ?
"...Tapi, aku akhirnya, tanya sama anak kecil. Yang mungkin kadar malunya, akan lebih kecil dibanding nanya sama orang dewasa kan.."
BalasHapus:: YANG MUNGKIN KADAR 'KEMALUANNYA' LEBIH KECIL KETIMBANG ORANG DEWASA :: itu yang lebih tepat.
>> dod,
BalasHapushehehe. kalau jalan yang benar, malah inget. tapi kalo jalan yang 'nyasar' malah aku nggak bisa inget koh. beneran. hehehe
>> anonim
sapa kiye yah. jan. hobi banget ngomong kaya kuwe koh. tapi nek kuwe sih pancen ora salah.
hahaha