Demonstrasi, Lawakan Gaya Baru 2

17:38

Satu desa bergejolak lagi. Senon nama desa itu. Desa yang terdiri dari empat dusun itu berada di Kecamatan Kemangkon. Selasa (18/1) kemarin.

Desa yang biasanya tenang itu bergejolak lantaran sebuah rekaman dari handphone dengan tipe SGH J750 milik seorang warga. Rekaman yang kemudian hari di-burning dalam compact dick alias cd itu berisi percakapan tiga orang warga. Si pemilik hape, warga dan salah seorang warga yang berhasil lulus dalam seleksi perangkat desa.

Intinya, percakapan Sabtu 16 Oktober 2010 itu berisi tentang pembenaran bahwa si perangkat desa yang baru itu memberikan sejumlah uang pada salah satu perangkat desa. Si perangkat desa yang baru, dijanjikan lulus, jika menyetor puluhan juta rupiah.

Ternyata ada empat warga yang tak lulus seleksi perangkat desa yang turut mengaku menyetor uang pada dua oknum perangkat desa itu. Dalam rentang dua tahun terakhir, duit disetor secara bertahap. Dan besaran yang berbeda satu sama lain.

"Meski sudah dikembalikan sesaat sebelum pengumuman, saya tetap merasa tertipu. Saya tetap mempertanyakan kenapa hal tersebut terjadi," tandas pria berkumis yang gagal dalam pemilihan.

Warga pun geger. Warga dua dusun pun lantas menggeruduk desa.

Protes warga sengaja dibarengkan dengan kunjungan kerja (kunker) Komisi A DPRD Purbalingga. Warga sudah berkumpul di aula desa sejak Pukul 09.00 WIB, pasalnya jadwal kunker memang segitu. Namun acara baru dimulai Pukul 11.30 WIB.

"Lah nek kaya kiye tah mulaine maghrib. Malah pada bubar kabeh," cetus seorang warga.

"Nunggu rapat komisi dulu," kata seorang perangkat pada warga yang mulai gelisah.
***

Lagi asyik berbincang dengan warga, kemudian datang seorang perempuan berkerudung. Dia berbicara dengan seorang warga yang duduk di sebelah, dengan agak berbisik.

"Mengko rika aja anarkhis yah. Aja melu nek ribut-ribut. Mbok mengko dicekel polisi, malah repot. Padahal rika ora ngerti apa-apa," tukas perempuan yang ternyata perangkat desa baru itu.

Pria bertopi yang diduduk di sebelah itu pun hanya cengengesan. "Lah mung kepengin ngerti kiye arep pada demo apa thok koh. Malah kaya arep ngapa," tutur dia.
***

Para wakil rakyat datang. Warga kembali bergelora. Selepas acara seremonial, warga memulai aksinya; persidangan!

"Kami minta dua oknum perangkat dihadirkan ke depan forum," tandas di koordinator lapangan (korlap). Si perangkat desa baru yang suaranya terekam pun turut disidang.

Setelah menjelaskan duduk permasalahan pada tamu yang hadir. Tiga orang itu dipersilahkan menjawab tuduhan. Namun ketiganya ternyata kompak dalam memberikan jawaban; semua itu tidak benar!

Ratusan warga yang hadir tak menyangka tiga orang tersebut mengelak. Padahal bukti rekaman itu sudah disodorkan. Warga Senon mengajukan tuntutan: lakukan sumpah pocong.

"Kami semua cuma ingin pangakuan dan kemana uang warga itu sebenarnya," ucap di korlap aksi.

Meski warga mendukung. Mulai dari Ketua Komisi A hingga Kades menolak hal tersebut. Satu persatu undangan yang hadir "lepas tangan". Anggota Komisi A memilih pulang. Sementara camat dan jajaran muspika yang lain, silih berganti meyakinkan warga.

"Hukum positif. Bukan hukum semacam ini. Sumpah pocong tidak menyelesaikan masalah," tandas mereka, bergantian.

Nampaknya, warga meragu dengan mekanisme hukum administratif dan hukum pidana yang ada. Warga melihat prosesnya bakal panjang. Tak ada jaminan penyelesaian masalah itu. "Kami ingin masalah ini diselesaikan hari ini juga," kata si korlap yang pernah tinggal di Jepang.

Jajaran muspika kecamatan pun makin gencar meyakinkan warga. Tarik ulur pendapat pun tak terelakan.

Namun, pada akhirnya si korlap pun setuju melalui jalur hukum pidana dan hukum administratif. "Asalkan ada jaminan dan perangkat desa ini diberi hukuman skorsing," tukas si korlap yang disambut teriakan warga.

[20/01/2010]

You Might Also Like

0 komentar