Aku lelah hari ini. Aku nggak yakin kenapa hari ini terasa sangat mudah cape. Mungkin lantaran terlalu banyak hal yang datang menghampiri secara bersamaan. Ini satu-satunya alasan yang bisa aku munculkan.
Hm, hari ini aku sms-an dengan ibuku. Sebenernya sih nggak lama aku sms-an sama ibu tercinta. Dan jujur aja, ini hal yang jarang yang aku lakuin. Jadi yah gitu, rasa aneh sekaligus senang.
Kami berbincang soal adikku yang hendak masuk SMA. Dia mendaftar di dua sekolahan. SMA 1 Bobotsari dan SMKN 1 Purbalingga. Yang satu deket, sementara yang lainnya, lumayan jauh. Satrio, adikku itu, emang ngebet banget masuk SMA Bobotsari. Sementara NEMnya, cuma 29-an. Dan ini titik pangkal persoalannya. Dan nggak tau kenapa, ogah bener kalo di suruh ndaftar ke SMA 1 Karangreja
SMA Karangreja sebenernya terbilang deket dibanding SMKN 1 Purbalingga. Selain itu, di Karang reja, banyak guru yang keluargaku kenal. Termasuk seorang teman sepermainanku, yang kebetulan masih saudara.
Tapi, Satrio masih aja enggan. Kalo dibilang jauh, kenapa dia mau kalo sekolah di SMKN 1. Untung aja, buat sementara ini, ibu masih menyetujui.
Aku sendiri, merasa bangga dengan adik cowo yang satu itu. Dan semua adik dan kakakku, tentu.
Dulu, aku musti datang ke Kantor BK, lantaran Satrio jarang masuk sekolah. Padahal dari rumah pamitnya buat sekolah. Sempat aku marah saat itu. Tapi, pas nyampe sekolahan, aku malah pake 'nada tinggi' pas ngbrol sama pak gurunya.
"Setiap anak punya cara perkembangan masing-masing. Jangan samakan adik saya dengan orang lain dong," itu kata-kata yang aku lontarin. Ah, marah betul aku waktu itu.
Tapi, aku sekarang bangga dengan dia. Dia lulus, meski dengan nilai pas-pasan. Soalnya, aku bukan meliat dari pencapaian nilainya, tapi dari usahanya buat memperbaiki diri.
Aku nggak pengin mempersoalkan dia sekolah dimana. Yang terlintas dipikiranku, aku cuma pengin ngeliat Satrio bisa sekolah dengan "ringan" dan tenang. Aku pengen ngeliat potensi yang selama ini terkubur dalam dirinya.
Sempat beberapa lama, ibu nggak lagi. Mungkin lagi sibuk. Tapi, kemudian sms lagi.
Ibu bilang kalo satrio tetap enggan ndaftar di Karangreja. Sampai teriak-teriak, kata ibu. Lalu ibu bilang "Aku kepengin kaya mas bangkit", cerita ibu menirukan kata-kata satrio yang sambil teriak itu.
"De, kamu ada yang mengidolakan," ledek ibu.
Jujur aja, aku malu. Ah, sial.
30-06-2010
purwokerto. aku mengenal kota ini sudah cukup lama. mungkin sedari aku kecil. tapi, yang aku kenal dari dulu dari purwokerto hanyalah sri ratu, rita dan moro. tak lebih dari itu. unsoed? jujur saja, aku baru mengenal pas aku mendaftar spmb.
sekarang, aku sudah tiga tahun lebih berada di purwokerto. malah ada semacam perasaan kalau kota ini menjadi kota kelahiranku yang kedua. setelah purbalinggaku yang perwira. aku banyak merasakan hal-hal yang sama sekali tak terduga dalam hidupku. sekaligus, mengantarkanku pada kuburan penyesalan karena tak mamu berbuat apapun sedari dulu buat bumi pijakanku.
namun, purwokerto telah menjadi sebuah cerminan yang menggelikan bagiku. mungkin jadi cermin mental orang banyumas dan sekitarnya. aku menyadari kalu purwokerto tak pernah akan berkembang jika tanpa camour tangan orang dari luar banyumas. lihat saja ruang-ruang kreatif macam film, tulisan, musik, atau yang lainnya, hampir tak pernah berasal dari buah tangan orang-orang banyumas. orang jakarta dan sekitarnyalah yang banyak berperan. mungkin aku menyarankan agar orang banyumas berterima kasih kepa orang-orang luar itu.
lalu, kemana orang-orang banyumas? aku melihat mereka lebih menyukai beranjak dari kota kecil ini. mereka enggan membangun kota ini. mereka lebih memilih pergi dari banyumas ini. seakan banyumas tak akan mampu menjamin kehidupannya. yah, meski setelah pergi jauh mereka juga cuma jadi pembantu rumah tangga. sayangnya, dalam hal akdemis pun mereka lebih memilih studi di kota lain.
memang sih ada yang tetap berada di banyumas. paling tidak remajanya. tapi, ini yag paling aku sesali, para kaum mudanya lebih menyibukan diri mereka dengan bersolek di muka cermin. atau malah sibk belajar bahasa loe-gue. padahal orang banyumas saja, mati-matian belajar ngomong ngapak.
hahahaha... aku nggak ngerti nih, aku mesti marah ato nggak. tapi, yang jelas, nggak berkembangnya kota kecil ini jelas ukan karena orang lain. tapi karena orang banyumas sendiri.
ya mbok?
28-07-2009
sekarang, aku sudah tiga tahun lebih berada di purwokerto. malah ada semacam perasaan kalau kota ini menjadi kota kelahiranku yang kedua. setelah purbalinggaku yang perwira. aku banyak merasakan hal-hal yang sama sekali tak terduga dalam hidupku. sekaligus, mengantarkanku pada kuburan penyesalan karena tak mamu berbuat apapun sedari dulu buat bumi pijakanku.
namun, purwokerto telah menjadi sebuah cerminan yang menggelikan bagiku. mungkin jadi cermin mental orang banyumas dan sekitarnya. aku menyadari kalu purwokerto tak pernah akan berkembang jika tanpa camour tangan orang dari luar banyumas. lihat saja ruang-ruang kreatif macam film, tulisan, musik, atau yang lainnya, hampir tak pernah berasal dari buah tangan orang-orang banyumas. orang jakarta dan sekitarnyalah yang banyak berperan. mungkin aku menyarankan agar orang banyumas berterima kasih kepa orang-orang luar itu.
lalu, kemana orang-orang banyumas? aku melihat mereka lebih menyukai beranjak dari kota kecil ini. mereka enggan membangun kota ini. mereka lebih memilih pergi dari banyumas ini. seakan banyumas tak akan mampu menjamin kehidupannya. yah, meski setelah pergi jauh mereka juga cuma jadi pembantu rumah tangga. sayangnya, dalam hal akdemis pun mereka lebih memilih studi di kota lain.
memang sih ada yang tetap berada di banyumas. paling tidak remajanya. tapi, ini yag paling aku sesali, para kaum mudanya lebih menyibukan diri mereka dengan bersolek di muka cermin. atau malah sibk belajar bahasa loe-gue. padahal orang banyumas saja, mati-matian belajar ngomong ngapak.
hahahaha... aku nggak ngerti nih, aku mesti marah ato nggak. tapi, yang jelas, nggak berkembangnya kota kecil ini jelas ukan karena orang lain. tapi karena orang banyumas sendiri.
ya mbok?
28-07-2009
"Duh pusinq y,q mw ambl bhs jwa mz,kra2 blpa y mz byr q biz ancnq2 dal ckg." sms itu aku terima tepat pukul 20:37:35. tepatnya tangal 5 februari kemarin.
sms itu dikirim oleh seorang teman perempuanku semasa SMA dulu. aku kerap memanggilnya mbayu. sudah lama memang aku nggak pernah ngobrol dengannya. baru beberapa bulan ini aku sering smsan dengannya. dia sekarang sudah bekerja jadi staff administrasi di sebuah pabrik di bandung.
beberapa waktu yang lalu, dia cerita kalo punya niatan buat sekolah lagi. ingin kuliah. "gila" itulah kata yang pertama terpikirkan diotakku. aku udah hampir jadi sarjana, nah dia, baru punya niatan pengen kuliah. jujur aja, aku kaget!
dia pun bercerita kalo selama ini dia itu iri dengan teman seumurannya yang mampu menikmati bangku kuliah. makanya, dia masih memendam cita-cita menjadi seorang sarjana. dia pingin jadi guru!
demi cita-citanya itulah, dia akhirnya rela jauh dari keluarga buat kerja di kota kembang. bekerja keras demi mengumpulkan uang untuk biaya kuliahnya. sedikit demi sedikit.
makanya, meski sempet kaget, aku masih ngerasain seneng. sebuah kebanggaan, tentu. sementara aku di purwokerto sering ngeliat orang-orang yang katanya udah jadi mahasiswa kuliah seenaknya dan asal-asalan. temanku itu justru bersemangat buat kuliah.
"tolong cariin informasinya ya mz..." begitu katanya suatu waktu. dia hendak pulang ke desanya, untuk bekerja di sana, sambil kuliah.
dengan penuh semangat aku pun mencari universitas yang punya program keguruan. ketemu! ada satu, tapi swasta. aku pun langsung kesana, ngambil pamflet di ruangan panitia PMB.
busyet!! mahal bener kuliah di kampus ini, kataku pas ngeliat isi brosur pembiayaan. huh...apa mbayu itu bisa membayarkan semua pembiayaan ini. aku cuma bisa ngelus dada. serasa nggak tega memupupuskan impiannya itu. "argh...sial," kataku dalam hati.
tapi, akhirnya aku beranikan diri menceritakan semuanya. pembiayaannya dan tentu saja program studi yang ditawarkan.
dan, ternyata benar, uang yang dia tabung lebih dari tiga tahun ini belum juga cukup. meski hanya sekedar membayar awalannya aja. itu yang program reguler, belum yang nonreguler. lagi-lagi cita-citanya kembali terancam pupus sudah.
sejujurnya, aku malu sendiri. aku yang kuliah sampe sejauh ini aja masih belum berpikir layaknya apa yang dia pikirkan. mahasiswa amacam apa aku ini. yang katanya agen of change, tapi membantu teman sendiri aja nggak mampu.
"Huh..Q kul pie y maz?Mas biaya gde teing,q bngung mw nyari dar mana ge?" katanya lewat sms.
08-02-2010
sms itu dikirim oleh seorang teman perempuanku semasa SMA dulu. aku kerap memanggilnya mbayu. sudah lama memang aku nggak pernah ngobrol dengannya. baru beberapa bulan ini aku sering smsan dengannya. dia sekarang sudah bekerja jadi staff administrasi di sebuah pabrik di bandung.
beberapa waktu yang lalu, dia cerita kalo punya niatan buat sekolah lagi. ingin kuliah. "gila" itulah kata yang pertama terpikirkan diotakku. aku udah hampir jadi sarjana, nah dia, baru punya niatan pengen kuliah. jujur aja, aku kaget!
dia pun bercerita kalo selama ini dia itu iri dengan teman seumurannya yang mampu menikmati bangku kuliah. makanya, dia masih memendam cita-cita menjadi seorang sarjana. dia pingin jadi guru!
demi cita-citanya itulah, dia akhirnya rela jauh dari keluarga buat kerja di kota kembang. bekerja keras demi mengumpulkan uang untuk biaya kuliahnya. sedikit demi sedikit.
makanya, meski sempet kaget, aku masih ngerasain seneng. sebuah kebanggaan, tentu. sementara aku di purwokerto sering ngeliat orang-orang yang katanya udah jadi mahasiswa kuliah seenaknya dan asal-asalan. temanku itu justru bersemangat buat kuliah.
"tolong cariin informasinya ya mz..." begitu katanya suatu waktu. dia hendak pulang ke desanya, untuk bekerja di sana, sambil kuliah.
dengan penuh semangat aku pun mencari universitas yang punya program keguruan. ketemu! ada satu, tapi swasta. aku pun langsung kesana, ngambil pamflet di ruangan panitia PMB.
busyet!! mahal bener kuliah di kampus ini, kataku pas ngeliat isi brosur pembiayaan. huh...apa mbayu itu bisa membayarkan semua pembiayaan ini. aku cuma bisa ngelus dada. serasa nggak tega memupupuskan impiannya itu. "argh...sial," kataku dalam hati.
tapi, akhirnya aku beranikan diri menceritakan semuanya. pembiayaannya dan tentu saja program studi yang ditawarkan.
dan, ternyata benar, uang yang dia tabung lebih dari tiga tahun ini belum juga cukup. meski hanya sekedar membayar awalannya aja. itu yang program reguler, belum yang nonreguler. lagi-lagi cita-citanya kembali terancam pupus sudah.
sejujurnya, aku malu sendiri. aku yang kuliah sampe sejauh ini aja masih belum berpikir layaknya apa yang dia pikirkan. mahasiswa amacam apa aku ini. yang katanya agen of change, tapi membantu teman sendiri aja nggak mampu.
"Huh..Q kul pie y maz?Mas biaya gde teing,q bngung mw nyari dar mana ge?" katanya lewat sms.
08-02-2010