#11
18:55Tanpa bir dan kondom, layani sepuasnya.
Satu baris kata itu ternyata berhasil memberikan satu pelajaran buatku. Padahal, awalnya, aku enggan melihat kata-kata itu. Bukan kata-kata itu terkesan nakal, tapi lebih lantaran proses kemunculan kata-kata itu.
Kata-kata nyentil itu yang jelas bukan rangkaian kata-kata jorok. Tapi, kalo provokatif sih iya. Hm, kata itu yang jadi spanduk Koperasi Kampus Unsoed (Kopkun). Serangkaian kata buat promosi swalayan.
Nah, lalu mana yang jadi pelajarannya. Pelajaran yang aku dapet bukan dipermainan kata itu, tentu. Melainkan, pada proses pemasangan spanduk itu.
Ya, kemaren, hari jumat malem, aku yang dapet jatah masang spanduk. Lebih sih tepatnya, aku yang nemenin temenku, ijonk, buat masang spanduk di jalanan sekitar kampus Unsoed.
Mulanya, sambil naik motor, kamu menilik titik-titik mana yang perlu dipasang spanduk. Jatah spanduk yang musti dipasang ada dua buah.
Kami, berkeliling buat melihat view yang bagus. Melihat spanduk-spanduk yang malang melintang dijalanan. Mengamati sisi kanan dan kiri jalan. Memandang pohon dan tiang listrik ataupun telpon.
Pengamatan ini menjadi penting adanya. Benar-benar sangat krusial. Salah posisi atau salah cara masang, bisa berabe jadinya. Bukan soal ongkos pemasangan yang bisa dipotong, tapi soal minimnya pelangggan yang membeli barang di Kopkun Swalayan. Maklum, ini kan tahun ajaran baru.
Malam semakin larut. Berbekal tangga lipat aluminium dan spanduk, aksi kami mulai. Aku memasang tangga di tiang listrik. Nah, si Ijonk pasang gaya buat masang tali di tiang. Dengan lincahnya dia menjeratkan tai dari tiang yang satu ke tiang yang lain. Aku cuma berjaga sambil memegangi tangga.
Aksi kami selesai pukul 1-an. Berbarengan dengan kabut yang menyelimuti Purwokerto.
Sebenernya, aku udah dikasih tau soal prinsip periklanan macam itu di ruang kuliah. Ironisnya hanya secuil doank.
Tapi, karena itulah aku jadi malu sendiri. Bagaimana bisa ilmu periklanan yang aku cari di ruang kuliah nggak bisa menjawab banyak soal teknis beriklan lewat spanduk. Hm, aku jadi malu sama orang-orang yang nggak perlu kuliah di Ilmu Komunikasi tapi paham seluk beluk pemasangan iklan. Bahkan kualitas hasil pemasangan iklan mereka jauh lebih efektif dan efisien.
Ya, di titik itulah aku mulai dapat pelajaran baru. Dan seperti kata seorang teman, saat ada pengetahuan baru, berarti ada gugatan yang bisa kita sampaikan. Minim-minimnya tanda tanya.
Nah, aku sekarang lagi menaruh curiga nih. Jangan-jangan, ilmu yang aku dapetin dari bangku kuliah, juga nggak ada gunannya di dunia kerja. Ah, jangan-jangan....
17-07-2010
Satu baris kata itu ternyata berhasil memberikan satu pelajaran buatku. Padahal, awalnya, aku enggan melihat kata-kata itu. Bukan kata-kata itu terkesan nakal, tapi lebih lantaran proses kemunculan kata-kata itu.
Kata-kata nyentil itu yang jelas bukan rangkaian kata-kata jorok. Tapi, kalo provokatif sih iya. Hm, kata itu yang jadi spanduk Koperasi Kampus Unsoed (Kopkun). Serangkaian kata buat promosi swalayan.
Nah, lalu mana yang jadi pelajarannya. Pelajaran yang aku dapet bukan dipermainan kata itu, tentu. Melainkan, pada proses pemasangan spanduk itu.
Ya, kemaren, hari jumat malem, aku yang dapet jatah masang spanduk. Lebih sih tepatnya, aku yang nemenin temenku, ijonk, buat masang spanduk di jalanan sekitar kampus Unsoed.
Mulanya, sambil naik motor, kamu menilik titik-titik mana yang perlu dipasang spanduk. Jatah spanduk yang musti dipasang ada dua buah.
Kami, berkeliling buat melihat view yang bagus. Melihat spanduk-spanduk yang malang melintang dijalanan. Mengamati sisi kanan dan kiri jalan. Memandang pohon dan tiang listrik ataupun telpon.
Pengamatan ini menjadi penting adanya. Benar-benar sangat krusial. Salah posisi atau salah cara masang, bisa berabe jadinya. Bukan soal ongkos pemasangan yang bisa dipotong, tapi soal minimnya pelangggan yang membeli barang di Kopkun Swalayan. Maklum, ini kan tahun ajaran baru.
Malam semakin larut. Berbekal tangga lipat aluminium dan spanduk, aksi kami mulai. Aku memasang tangga di tiang listrik. Nah, si Ijonk pasang gaya buat masang tali di tiang. Dengan lincahnya dia menjeratkan tai dari tiang yang satu ke tiang yang lain. Aku cuma berjaga sambil memegangi tangga.
Aksi kami selesai pukul 1-an. Berbarengan dengan kabut yang menyelimuti Purwokerto.
Sebenernya, aku udah dikasih tau soal prinsip periklanan macam itu di ruang kuliah. Ironisnya hanya secuil doank.
Tapi, karena itulah aku jadi malu sendiri. Bagaimana bisa ilmu periklanan yang aku cari di ruang kuliah nggak bisa menjawab banyak soal teknis beriklan lewat spanduk. Hm, aku jadi malu sama orang-orang yang nggak perlu kuliah di Ilmu Komunikasi tapi paham seluk beluk pemasangan iklan. Bahkan kualitas hasil pemasangan iklan mereka jauh lebih efektif dan efisien.
Ya, di titik itulah aku mulai dapat pelajaran baru. Dan seperti kata seorang teman, saat ada pengetahuan baru, berarti ada gugatan yang bisa kita sampaikan. Minim-minimnya tanda tanya.
Nah, aku sekarang lagi menaruh curiga nih. Jangan-jangan, ilmu yang aku dapetin dari bangku kuliah, juga nggak ada gunannya di dunia kerja. Ah, jangan-jangan....
17-07-2010
1 komentar
belajar tentang komunikasi, susah yo..
BalasHapus