Aliandro Syarif diambil dari Twitter |
Setiap orang punya tujuan untuk berbagi cerita sendiri-sendiri |
Batu Klawing asli Purbalingga dengan berbagai motif khas masih menjadi perburuan kolektor. |
coretan di dinding Taman Kota Purbalingga (ilustrasi) |
Lampu bulat berkekuatan 10 Watt masih menggantung di tengah kamar. Sinar jingga yang ditebarkannya masih menghiasi seluruh pojok kamar. Hanya sela yang tertutup yang gelap. Seolah, lampu usang itu berupaya menyaingi kegagahan mentari.
"Aku akan mengingatmu seperti benih mengingat gandum dan seperti seorang gembala mengingat padang rumput dan sungai indah." Tulisan bertinta biru dan penuh kerlip bling-bling itu dibacanya. Untaian kata penuh rasa itu dibacanya berulang-ulang dari diary.
Kepala Dinsosnakertrans Purbalingga, Ngudiarto menuturkan pihaknya
tengah berupaya adanya pendataan plasma dan tenaga kerja di sana.
|
Pengunjung Kafe Pedangan melihat story foto karya Komunitas D'Potrek |
Melangkah maju untuk melupakan. Namun, apa
yang harus dilupakan. kenapa harus dilupakan.
|
[06/11/2011]
Klik! Pengait di helm putih sudah erat mencengkram. Hari sudah melewati senja, yang tak terlampau spesial, sedari berpuluh-puluh menit yang lalu, saat mengintip langit dari balik kaca hlem yang benar-benar kusam. Entah ada hubungannya atau tidak, muka inipun tak jauh berbeda dengan muka hlem itu. Kusam.
Motor belum beranjak saat Fadli Padi menuturkan satu persatu kata bagian dari lirik lagu lawas, Mahadewi. "...Namun satu bintang yang berpijar, teruntai turun menyapaku...". Belum lama berselang, pesan singkat dari Resti, kembali diterimanya.
"Cintalah.... Jadi kita sama-sama saling mencintai, haaaaa," kata Resti lewat pesan singkat yang diterima di handphone miliknya. Seketika, suram dan lelah yang setiap sore setia mengendap tepat di antara alisnya, sirna. Tanpa disadarinya, senyum itu mengembang.
"Ada tutur kata terucap, ada damai yang kurasakan. Bila sinarnya sentuh wajahku, Kepedihanku-pun... terhapuskan," sayup-sayup potongan lagu itu, kembali terdengar.
Sambil terus merenges, dan menahan rasa penasaran yang semakin menguat, dia membalas pesan singkat Resti itu, secepat yang dia bisa. Dia bertanya, sejak kapan ada rasa seperti itu, bohong ah. "Sejak SMA...." balas satu-satunya perempuan yang memesonanya sedari bangku SMP.
***
"Nggak kenapa-kenapa.... Emm.. mau ngasih kabar juga, pernikahanku diundur jadi bulan aji, tanggal 2 November". Pesan dari Resti itu kembali diterimanya. Dia juga kembali tersenyum, kecut.
[30/06/2011]
[dua]
Kau tahu, aku selalu heran dengan jalinan "benang" yang ada di antara aku dan kau. Aku sama sekali tak mampu mengejawantahkan jalinan benang yang ada di antara aku dan kau. Apakah itu ternyata kusut atau malah sebenarnya sangat indah. Aku tak tahu.
Kau tahu, terkadang aku mengira aku dan kau itu layaknya aktor dan aktris. Memainkan sebuah episode tentang kisah dua hati. Memang, tak sendah cerita dramatis Romeo dan Juliet di negeri antah berantah itu. Tapi aku terkadang merasa, kita tengah bermain dalam satu babak sinema elektronik atau mungkin film pendek.
Kau duduk di sampingku. Itu memang bukan hal yang aneh. Ya, kau memang sudah beberapa bulan ada di sampingku. Menghabiskan separuh harimu ada di dekatku. Mungkin, bisa dibilang, hanya saat jam istirahat kau tidak di sampingku.
Kau tahu, itu adalah momen gila yang paling tak terduga dalam hidupku. Kau duduk di sampingku sebagai teman satu bangku. Padahal, sebelumnya, aku hanya bisa menatapmu dari kejauhan.
Tapi kau duduk di sampingku? Aku pikir itu permainan Tuhan yang paling gila. Aku kira, aku dan kau dalam satu kelas saja sudah jadi hal yang di luar bayanganku. Tapi, kau di sampingku" Ya, ini gila. Betul-betul gila.
***
"I've been waiting for a long time/for this moment to come//.... I'm so much closer than/I have ever known...//" Greenday mengembalikan nalarku. Kubangan di hadapanku.
[04/05/2011]
Jumat yang lambat. Begitu aku menyebut hari ini. Kendati semua orang, pun aku, selalu mengganggap hari ini hari yang singkat, aku tetap ingin menyebutnya demikian. Paling tidak, sekedar untuk hari ini.
Kendaraanku pun melaju dengan lambat. Kecepatannya, sama sekali tak menyentuh angka 40 Km/jam. Aku membiarkan semua kendaraan mendahuluiku. Yang mampu aku salip, hanya sepeda yang berjalan dengan tenaga manusia, bukan mesin. Sungguh, bukan seperti aku yang biasanya.
Aku memang tengah menunggumu. Sembari menikmati lantunan pelan lagi dari pemutar lagi di handphone, aku berharap kau tiba-tiba muncul. Melempar pandangan. Melempar senyum "Gasik bangete pangkate (pagi sekali berangkatnya)," katamu mencandaiku.
Ini, yang aku lakukan, tak ubahnya yang aku lakukan dulu, semasa berseragam putih-abu-abu. Mengira-ira jam berangkatmu ke sekolah, lantan menghitung-hitung kecepatan langkahku.
Saat perhitungan tepat, kita akan bertemu. Di saat itu pula, kita, terutama kamu, akan mengganggapnya sebagai "kebetulan". Tak perduli itu benar-benar sungguhan "kebetulan" atau tidak, aku tak peduli. Toh, kesempatan itu bukan hanya sesuatu yang kebetulan semata, namun bisa juga diciptakan. Itu yang aku yakini.
Ah, yang pasti, aku berjalan denganmu. Kamu di sampingku. Hal semacam itu pula yang tengah aku damba.
"Don’t make me change my mind/Or I wont live to see another day/I swear it’s true/Because a girl like you is impossible to find/It’s impossible//" begitu Secondhand Serenade bergumam lirih.
Satu meter, sepuluh meter, ratusan meter. Semua sudah terlalui. Entah apa saja yang sudah terabaikan oleh pandanganku. Sepanjang jalan, hanya memandangi kaca spion. Ya hanya mengintip-intip sembari berharap.
"...And I will try to fix you...." tutur Coldplay.
[01/04/2011]
Desa yang biasanya tenang itu bergejolak lantaran sebuah rekaman dari handphone dengan tipe SGH J750 milik seorang warga. Rekaman yang kemudian hari di-burning dalam compact dick alias cd itu berisi percakapan tiga orang warga. Si pemilik hape, warga dan salah seorang warga yang berhasil lulus dalam seleksi perangkat desa.
Intinya, percakapan Sabtu 16 Oktober 2010 itu berisi tentang pembenaran bahwa si perangkat desa yang baru itu memberikan sejumlah uang pada salah satu perangkat desa. Si perangkat desa yang baru, dijanjikan lulus, jika menyetor puluhan juta rupiah.
Ternyata ada empat warga yang tak lulus seleksi perangkat desa yang turut mengaku menyetor uang pada dua oknum perangkat desa itu. Dalam rentang dua tahun terakhir, duit disetor secara bertahap. Dan besaran yang berbeda satu sama lain.
"Meski sudah dikembalikan sesaat sebelum pengumuman, saya tetap merasa tertipu. Saya tetap mempertanyakan kenapa hal tersebut terjadi," tandas pria berkumis yang gagal dalam pemilihan.
Warga pun geger. Warga dua dusun pun lantas menggeruduk desa.
Protes warga sengaja dibarengkan dengan kunjungan kerja (kunker) Komisi A DPRD Purbalingga. Warga sudah berkumpul di aula desa sejak Pukul 09.00 WIB, pasalnya jadwal kunker memang segitu. Namun acara baru dimulai Pukul 11.30 WIB.
"Lah nek kaya kiye tah mulaine maghrib. Malah pada bubar kabeh," cetus seorang warga.
"Nunggu rapat komisi dulu," kata seorang perangkat pada warga yang mulai gelisah.
***
Lagi asyik berbincang dengan warga, kemudian datang seorang perempuan berkerudung. Dia berbicara dengan seorang warga yang duduk di sebelah, dengan agak berbisik.
"Mengko rika aja anarkhis yah. Aja melu nek ribut-ribut. Mbok mengko dicekel polisi, malah repot. Padahal rika ora ngerti apa-apa," tukas perempuan yang ternyata perangkat desa baru itu.
Pria bertopi yang diduduk di sebelah itu pun hanya cengengesan. "Lah mung kepengin ngerti kiye arep pada demo apa thok koh. Malah kaya arep ngapa," tutur dia.
***
Para wakil rakyat datang. Warga kembali bergelora. Selepas acara seremonial, warga memulai aksinya; persidangan!
"Kami minta dua oknum perangkat dihadirkan ke depan forum," tandas di koordinator lapangan (korlap). Si perangkat desa baru yang suaranya terekam pun turut disidang.
Setelah menjelaskan duduk permasalahan pada tamu yang hadir. Tiga orang itu dipersilahkan menjawab tuduhan. Namun ketiganya ternyata kompak dalam memberikan jawaban; semua itu tidak benar!
Ratusan warga yang hadir tak menyangka tiga orang tersebut mengelak. Padahal bukti rekaman itu sudah disodorkan. Warga Senon mengajukan tuntutan: lakukan sumpah pocong.
"Kami semua cuma ingin pangakuan dan kemana uang warga itu sebenarnya," ucap di korlap aksi.
Meski warga mendukung. Mulai dari Ketua Komisi A hingga Kades menolak hal tersebut. Satu persatu undangan yang hadir "lepas tangan". Anggota Komisi A memilih pulang. Sementara camat dan jajaran muspika yang lain, silih berganti meyakinkan warga.
"Hukum positif. Bukan hukum semacam ini. Sumpah pocong tidak menyelesaikan masalah," tandas mereka, bergantian.
Nampaknya, warga meragu dengan mekanisme hukum administratif dan hukum pidana yang ada. Warga melihat prosesnya bakal panjang. Tak ada jaminan penyelesaian masalah itu. "Kami ingin masalah ini diselesaikan hari ini juga," kata si korlap yang pernah tinggal di Jepang.
Jajaran muspika kecamatan pun makin gencar meyakinkan warga. Tarik ulur pendapat pun tak terelakan.
Namun, pada akhirnya si korlap pun setuju melalui jalur hukum pidana dan hukum administratif. "Asalkan ada jaminan dan perangkat desa ini diberi hukuman skorsing," tukas si korlap yang disambut teriakan warga.
[20/01/2010]
Lagi demo di depan Disdik
Hari ini, kali pertama aku melihat secara langsung demonstrasi di Purbalingga. Sungguh pemandang yang asing di kota perwira.
Senin (3/1) kemarin, aku sebenarnya sudah mendengar kabar demonstrasi itu. Aku mendapat kabar itu dari surat yang ditujukan ke Polres yang ditembuskan ke beberapa pihak. Terutama yang jadi tujuan tempat aksi.
LSM ***** Purbalingga yang menjadi motor gerakan itu. Fokus persoalannya mengenai pelaksanaan Dana Alokasi Khusus alias DAK Pendidikan TA 2008 hingga 2010.
Mereka mendatangi Dinas Pendidikan (Disdik), Kantor Kejaksaan Negeri dan DPRD Purbalingga. Ada Sekitar dua truk dan satu pikap. Alamak banyaknya. "Ada sekitar 250an orang," tutur si koordinator aksi.
Mereka kebanyakan masih berusia muda. Mereka turun dari truk dengan menenteng tulisan-tulisan. Kedatangan mereka pun disambut Satpol PP dan petugas kepolisian Polres Purbalingga.
Wah, ketegangan macam apa yang bakal tercipta. Dorong-mendorong kah. Teriakan tuntutan yang terus bertalu-talu kah. Atau malah membongkar paksa gerbang.
Ah, sungguh banyak bayangan adegan yang tercipta. Sungguh harus aku akui, aku senang. Senang melihat orang-orang berjubel menuntut lewat jalur demonstrasi.
Namun, rekaan adegan heroik di otakku, sirna sudah. Aksi gagah, yang aku anggap sakral, malah berubah bak lawakan wagu. Tak ada indah-indahnya sekalipun.
***
Di Aula Disdik, perwakilan LSM itu ditemui petinggi Disdik. Si pendemo pun mengajukan beberapa tuntutan.
"Kenapa saat pengadaan tidak menyesuaikan dengan juklis yang ada?" tanyanya.
Si ketua panitia, menjawab dengan tenang. Tanpa mikrofon, namun, pasti terdengar jelas. Sementara sambil mendengar pada hadirin yang datang disandingkan snack ringan.
"Semua yang anda tanyakan sudah saya jelaskan pada Polres. Saya sudah dipanggil dua kali mengenai persoalan itu untuk klarifikasi," jelas pria yang siang itu berkacamata.
Menurut dia, penyidik Polres justru mengajukan pertanyaan yang lebih mendalam, luas dan detail. "Maka itu, akan lebih baik, jika anda melihat di BAP yang ada di Polres," tutur pria yang rambutnya memutih.
Tak dinyana, para pendemo itu mengangguk. Mengiyakan jawaban dari ketua pengadaan DAK 2010.
Aksi pun dilanjut ke Kantor Kejaksaan Negeri. Itupun tak sampai lima menit. Mereka melaju ke kantor dewan.
"Lah penonton kecewa. Purbalingga memang sudah terkondisikan," celetuk salah satu wartawan sambil tersenyum.
***
Sementara warga yang pakai truk menikmati terik matahari, sejumlah perwakilan demonstran masuk ke ruang Ketua DPRD. Dinginnya AC, kursi nan empuk dan snank pun menyambut kedatangan mereka.
Di ruangan yang berjubel,- berjubel lantaran polisi dan wartawan ikut masuk, LSM itu meminta DPRD turut mengawal kasus tersebut.
"Purbalingga amburadul. Tolong kami. Kami sudah jenuh," tegas perwakilan LSM yang berbaju gelap dengan nada meninggi.
Suaranya saat itu sengau. Seperti hendak menanggis. Saat itu, aku berpikir, seperti itukah air mata buaya?
Dan, seperti biasa, anggota dewan pun berjanji akan menindak lanjuti. Pertemuan itu hanya berlangsung tak lebih dari 15 menit. Semua, bubar jalan.
***
Nah, kalo ini lagi di ruangan Ketua DPRD
Penonoton kecewa. Mana ada demontrasi semacam itu. Apa itu yang namanya demonstrasi khas Purbalingga?
"Demonstrasi cuma buat mengejar poryek saja. Biasa lah kayak gitu," ucap seorang wartawan. Alamak.
"Kalau seperti ini, yang senang yang polisi dan wartawan," ujar wartawan yang lain.
***
Siang beranjak sore. Aku masih di depan layar monitor. Mengetik sambil mendengarkan lagu-lagu kesukaan. Tiba-tiba handphone berdering.
"Mas bangkit? Sedang dimana?" tanya pria dari Disdik yang tidak lain si ketua pengadaan DAK 2010.
"Iya pak. Lagi di kantor, Gimana?" jawabku.
"Tadi katanya yang demonstrasi ribut di kantor LSM. Karena bayaran ikut demo belum dibagi," ucapnya. Sinyal hape pun error. Pembicaraan terputus. Tut tut tut.
Aku cuma terbengong. Wadaw.
[04/01/11]
Belajar bikin blog emang nggak ada matinya yah. Dulu pusing ngolah settingan blog. Nah sekarang, malah pusing mainan smiley.
Tapi, sekarang udah mendingan tahu soal smiley.
Lain waktu belajar yang lain lagi ah.
Ini sebuah petikan cerita dari SMS yang sempat mampir ke inbox hape punya seorang teman. Entah kenapa begitu menarik. Mungkin bukan lantaran faktor keromantisannya. Melainkan karena usaha romantis yang ternyata GAGAL!.
hahahaaaa
"Aku tuliskan sajak sederhana untuk dirimu,"
"Ya mana sajak sederhananya?""Mau tahu yah? Aku kira nggak mau,"
"Ya mau lah, sok pengen tahu,""Ah sungguh.
Aku tak mampu merangkai kata
tuk menggambarkan dirimu.
Apa memang nggak ada kata-kata indah yang tepat
buat menggambarkan dirimu?"
"Huem, aku kasihan sekali, masa nggak ada kata indah buat menggambarkan aku,""Saking indahnya koh,"
"Iya deh"[28/12/10]