#66

18:15

Mewawancarai Gubernur Bibit Waluyo di Purbalingga, beberapa bulan lalu.
Belakangan, aku kembali teringat dengan pertanyaan mantan Kepala Biro Suara Banyumas Suara Merdeka, Sigit Harsanto. "Apa kamu yakin dengan jalan di dunia jurnalistik," begitu kira-kira pertanyaannya. Saat itu, di Baturraden, ia menanyakan hal itu kepada wartawan muda di koran perekat komunitas Jawa Tengah.


Ketika itu, aku menjawab dengan yakin bahwa aku siap untuk hidup di dunia jurnalistik. Apapun risikonya. Sekalipun, aku tak punya kemampuan yang cukup hebat untuk mengibarkan namaku setinggi-tingginya. Yang aku pikirkan saat itu cuma aku mencintai dunia yang aku injak selama ini.

Beberapa bulan dari kemunculan pertanyaan itu, hingga kini, aku merasakan banyak pengalaman. Aku berusaha menghindari pemberian amplop, dengan alasan apapun itu. Ternyata berat, pasalnya, apa yang aku lakukan memang bukan hal yang lazim. Mbedani, kata orang jawa.

Bercermin pada kepalsuan dengan bedak diplomasi cuap-cuap, aku bertekad membuat berita yang tidak ngayem-ayemi. Namun, sekali lagi, hal itu tidak lazim. Di Purbalingga, tempatku bernapas dan bekerja, kondusifitas menjadi nomor satu. Pengondisian pun dibenarkan demi stabilitas kekuasaan.

Bentuk nyatanya, aku tidak terlalu disukai Bupati. Dia memang manis di bibir saat bersua, namun aku selalu mendapati dia bercerita miring tentang apa yang aku beritakan, apa yang aku lakukan. Bahkan, Si Istri sudah berikrar tak mau diwawancarai, saat ada aku. Katanya, aku tak bisa dikondisikan.

Dinilai miring, dicurigai, tak membuat aku menyesal. Sungguh. Sekalipun aku terkadang tak berniat untuk menjadi musuh siapapun. Terkadang, aku ingin bilang kepada mereka yang tak suka padaku bahwa aku hanya bekerja sesuai dengan nurani yang aku punya. Tak ada kebencian personal. Namun, nihil kesempatan.

Aku memang bukan orang yang baik, sepenuhnya. Namun, aku paham bahwa tidak sepenuhnya tepat sikap mereka yang menganggap pekerjaan wartawan hanyalah pekerjaan penghibur yang bisanya menulis sisi positif tapi mengebiri kebenaran sekalipun pedih. Kata sebuah kutipan, darah itu merah jenderal....

You Might Also Like

0 komentar