#6

10:20

"Benih Yang Berkualitas Menghasilkan Buah Yang Berkualitas."


Kata-kata yang menarik itu jadi judul acara penerimaan anggota baru LPM Husbandry Fakultas Peternakan, 11-13 Juni. Pesertanya, jelas, para calon anggota baru LPM yang sekrang diketuai Gani (aku lupa nama lengkapnya).

Nampaknya acaranya mulur. Terbukti, saat aku datang, Apank masih ngerokok di sekre Husbandry. Padahal waktu sudah menunjuk pukul 15.30. Di ruang itu, Mantan PU Memi itu lagi asik ngbrol sama koordinator Aliansi Persma se-Unsoed, Asta. Dan seperti biasa, aku langsung nimbrung.

Aku datang bukan untuk melihat performa Apank sebagai pembicara, pastinya. Ketertarikanku itu lebih tertuju pada materi yang bakal disampaikan Apank. Diskusi soal pers mahasiswa kekinian. Ini jelas menarik. Terlebih lagi buat insan pers mahasiswa (persma).

"Objektifitas itu sebuah mitos!" Begitu Apank memulai pembicaraan. Bagi mahasiswa Managemen Unsoed itu, persma unsoed itu terlampau terjebak dengan kata itu. Alhasil, gerak dinamis persma pun tersendat.

Dengan menggebu-gebu Apank berbicara soal keberpihakan yang jadi semacam ruh dari persma. Kemudian soal persma sebagai sebuah gerakan yang jelas bebas nilai.

Mungkin nggak semua orang sepakat dengan pernyataan Apank itu. Tapi, mungkin nggak buat anak-anak Husbandry. Ini terlihat dari diamnya mereka. Kan kata orang tua, diam itu tanda setuju.

Namun, semakin lama aku merasa bosan juga hanya mendengarkan diskusi sore itu. Pertanyaan yang muncul masih belum tajam. Atau minimal menggelitik. Hanya seputaran, apa sih nilai-nilai persma, apa bedanya persma dengan pers umum, atau tentang narasumber off the record.

Nah, di tengah kebosanan itu, aku iseng bertanya dengan salah satu anggota baru Husbandry, - yang ajaibnya satu kecamatan denganku, Bobotsari. Alvi, namanya.

"Kenapa sih masuk Husbandry? mank bener-bener suka nulis?" tanyaku.

"Nggak suka nulis kok. Cuma pengen aja" ungkapnya sambil terkekeh-kekeh.

Wah, aku nggak nyangka bakal ada jawaban macam itu. Selama ini, aku mikir orang itu masuk persma cuma memenuhin hasrat hobinya, menulis. Ternyata, asumsiku nggak laku kali ini buat perempuan berambut panjang itu.

"Nah, menurut kamu, pekerjaan jurnalis sih ngapain aja?" tanyaku lag. Nah, kalo ini sih cuma pertanyaan ngetes doank.

"Nggak tau tuh. Hehehehe... kan baru mau memperdalam. Baru pengin." katanya. Tawa kecil pun menyusul jawabannya itu.

Nah loh. Kalo gini ngapain juga ikutan persma. Mau ngapa juga belum tau. Hal macam ini, mungkin yang nyebabin persma itu labil. Kehilangan identitas. Kayak yang dipermasalahin di diskusi Jumat sore itu.

Diskusi selesai bertepatan dengan adzan maghrib. Semua keluar dengan wajah yang sumringah. Seakan menggambarkan sebuah perasaan; lega. Dan aku nggak tau, lega lantaran apa.

Aku pulang. Bersepeda.

Teringat dengan empat tahun yang lalu saat muter-muter ke persma-persma. Anehnya, pertanyaan yang muncul di benak pun masih sama dengan saat awal-awal berkenalan dengan dunia pers kampus. Pers mahasiswa itu sebenarnya apa?

11-06-2010

You Might Also Like

0 komentar