Aku dan Para Kakang dan Mbakayu Purbalingga 2009
10:33hari ini adalah awalnya, yah meskipun buka sepenuhnya sebagai sebuah awal. paling tidak perkenankan aku beranggapan kayak gitu. ya, hari ini adalah awalnya. sebuah awal dari sebiah kegilaan, atau mungkin malah yang lain akan menganggapnya sebagai sebuah kegelian. apalagi, jika tahu kalau aku yang harus merasakan "deraan" kegilaan ini.
pagi tadi aku berangkat ke dinas pariwisata, kebudayaan, pemuda, dan olah raga purbalingga. lazim disingkat dinparbudpor. hal, yang bisa dikatakan, menyebalkan buatku. bagaimana tidak, harus bangun pagi, berangkat dengan kedinginan lantaran gerimis yang setia menyiram bumi.
sebagian dari kalian mungkin menganggap remeh apa yang aku lakukan. sedang sebagian yang lain mungkin ingin tau kenapa gerangan aku harus memburu pagi hanya untuk tiba di dinparbudpor. makanya, agar kalian merasakan kegeliannya sendiri, maka ada baiknya aku ceritakan kenapa aku musti berada di salah satu deretan kursi biru itu.
pagi itu, aku berada di sebuah aula yang tak cukup besar. dan aku pun sebenarnya lebih menganggap itu bukan sebagai aula. namun, yang pasti, aku benar-benar berada di sana bersama paling tidak dengan 40-an orang. putra dan putri. semuanya berasal dari berbagai wilayah di purbalingga. sekitar pukul 9.15 acara technical meeting kakang-mbakayu purbalingga 2009 dimulai.
ya, jangan heran kalau aku juga bagian dari peserta technical meeting itu.
sekarang, kalian mungkin sudah mulai merasakan sebuah kegelian yang tadi aku ceritakan. tapi, aku tak perlu lagi merasa malu atas kegelian yang mungkin kalian rasakan itu. seperti kata atut "kejujuran itu memang pedih". hanya saja, kejujuranku ini bukan suatu kepedihan. melainkan kelegaan yang teramat sangat.
huh...aku sendiri bingung, kenapa bisa aku berada di deretan kursi itu, guna mendengarkan cerita yang panjang lebar itu. yang jelas, asal mulanya tak seperti afid.
tapi sebenarnya, yang paling menarik buatku hari ini, bukan lagi soal bertebarannya wajah-wajah cantik jelita, mempesonanya muka-muka gagah itu, atau sedikitnya snack yang aku dapatkan. bukan itu semua. tapi, justru pernyataan-pernyataan tak terduga dari pak sucipto, kepala dinas bagian pariwisata purbalingga.
beliau memang berbicara banyak. ada juga pak kuncoro yang juga berbicara lebih banyak. namun, ada dua hal utama yang paling menarik perhatianku. paling tidak berhasil membangunkanku dari kantuk. yaitu soal KERUDUNG dan PUISI. mungkin ada baiknya aku juga sampaikan secra terpisah saja.
"pak bagaimana soal sanggul perempuan yang pakai kerudung?", tanya seorang peserta putri yang masih SMA. itu awalnya yang menjadikan adanya pembahasan soal kerudung. pak cipto memang tampak tak mempermasalahkan penggunaan kerudung sewaktu final nanti.
"itu hak anda", katanya.
hanya saja ada "tapinya". ya, nantinya ada semacam pengurangan nilai atas busana yang dipakai. soalnya ini soal filosofi budaya. dan kerudung tidak ada dalam daftar penjelasan filosofi budaya banyumasan.
waktu itu mengeluarkan sebuah pertanyaan, yang akan terjawab nanti waktu final. apakah perempuan itu akan menggadaikan kerudungnya demi ketenaran? atau mungkin pertanyaannya menjadi; adakan nanti yang berkerudung lagi saat final???
itu baru polemik soal kerudung. belum soal puisi!
"saya harap nanti tidak ada yang membaca puisi sewaktu uji ketrampilan", bagitu kata pak cipto, serius. alasannya, tanpa bakat pun semua BISA BACA puisi.
jujur saja, dalam hati aku tertawa. betul-betul tertawa. bagaimana tidak, aku mengenal teman-teman yang berjuang keras hanya untuk membaca puisi. bahkan waktu aku mencobanya pun terasa sukar betul. tapi, pak cipto malah menghimbau tidak baca puisi, lantaran semua bisa baca puisi.
aku tak tau bagaimana teman-temanku yang berjuang keras membaca puisi kalau berada di posisiku pagi itu.
ah, betul hari yang melelahkan plus menyenangkan. banyak pengalaman. banyak kegelian. oh ya, itu juga belum termasuk denga tingkah polah para calon "pedagang pariwisata" purbalingga itu. mungkin kalian memang harus melihatnya sendiri.
tak sabar menunggu nasib kota buruh di tangan pemuda-pemudi masa depan macam itu.
01-10-2010
pagi tadi aku berangkat ke dinas pariwisata, kebudayaan, pemuda, dan olah raga purbalingga. lazim disingkat dinparbudpor. hal, yang bisa dikatakan, menyebalkan buatku. bagaimana tidak, harus bangun pagi, berangkat dengan kedinginan lantaran gerimis yang setia menyiram bumi.
sebagian dari kalian mungkin menganggap remeh apa yang aku lakukan. sedang sebagian yang lain mungkin ingin tau kenapa gerangan aku harus memburu pagi hanya untuk tiba di dinparbudpor. makanya, agar kalian merasakan kegeliannya sendiri, maka ada baiknya aku ceritakan kenapa aku musti berada di salah satu deretan kursi biru itu.
pagi itu, aku berada di sebuah aula yang tak cukup besar. dan aku pun sebenarnya lebih menganggap itu bukan sebagai aula. namun, yang pasti, aku benar-benar berada di sana bersama paling tidak dengan 40-an orang. putra dan putri. semuanya berasal dari berbagai wilayah di purbalingga. sekitar pukul 9.15 acara technical meeting kakang-mbakayu purbalingga 2009 dimulai.
ya, jangan heran kalau aku juga bagian dari peserta technical meeting itu.
sekarang, kalian mungkin sudah mulai merasakan sebuah kegelian yang tadi aku ceritakan. tapi, aku tak perlu lagi merasa malu atas kegelian yang mungkin kalian rasakan itu. seperti kata atut "kejujuran itu memang pedih". hanya saja, kejujuranku ini bukan suatu kepedihan. melainkan kelegaan yang teramat sangat.
huh...aku sendiri bingung, kenapa bisa aku berada di deretan kursi itu, guna mendengarkan cerita yang panjang lebar itu. yang jelas, asal mulanya tak seperti afid.
tapi sebenarnya, yang paling menarik buatku hari ini, bukan lagi soal bertebarannya wajah-wajah cantik jelita, mempesonanya muka-muka gagah itu, atau sedikitnya snack yang aku dapatkan. bukan itu semua. tapi, justru pernyataan-pernyataan tak terduga dari pak sucipto, kepala dinas bagian pariwisata purbalingga.
beliau memang berbicara banyak. ada juga pak kuncoro yang juga berbicara lebih banyak. namun, ada dua hal utama yang paling menarik perhatianku. paling tidak berhasil membangunkanku dari kantuk. yaitu soal KERUDUNG dan PUISI. mungkin ada baiknya aku juga sampaikan secra terpisah saja.
"pak bagaimana soal sanggul perempuan yang pakai kerudung?", tanya seorang peserta putri yang masih SMA. itu awalnya yang menjadikan adanya pembahasan soal kerudung. pak cipto memang tampak tak mempermasalahkan penggunaan kerudung sewaktu final nanti.
"itu hak anda", katanya.
hanya saja ada "tapinya". ya, nantinya ada semacam pengurangan nilai atas busana yang dipakai. soalnya ini soal filosofi budaya. dan kerudung tidak ada dalam daftar penjelasan filosofi budaya banyumasan.
waktu itu mengeluarkan sebuah pertanyaan, yang akan terjawab nanti waktu final. apakah perempuan itu akan menggadaikan kerudungnya demi ketenaran? atau mungkin pertanyaannya menjadi; adakan nanti yang berkerudung lagi saat final???
itu baru polemik soal kerudung. belum soal puisi!
"saya harap nanti tidak ada yang membaca puisi sewaktu uji ketrampilan", bagitu kata pak cipto, serius. alasannya, tanpa bakat pun semua BISA BACA puisi.
jujur saja, dalam hati aku tertawa. betul-betul tertawa. bagaimana tidak, aku mengenal teman-teman yang berjuang keras hanya untuk membaca puisi. bahkan waktu aku mencobanya pun terasa sukar betul. tapi, pak cipto malah menghimbau tidak baca puisi, lantaran semua bisa baca puisi.
aku tak tau bagaimana teman-temanku yang berjuang keras membaca puisi kalau berada di posisiku pagi itu.
ah, betul hari yang melelahkan plus menyenangkan. banyak pengalaman. banyak kegelian. oh ya, itu juga belum termasuk denga tingkah polah para calon "pedagang pariwisata" purbalingga itu. mungkin kalian memang harus melihatnya sendiri.
tak sabar menunggu nasib kota buruh di tangan pemuda-pemudi masa depan macam itu.
01-10-2010
0 komentar